Monday, December 17, 2007

Bagaimana menghadapi pemanasan global?

Meskipun konferensi iklim barusan diadakan di Indonesia, pemahaman orang Indonesia tentang pemanasan global masih minim. Tulisan ini adalah sekedar sebuah tulisan ringan sebagai bagian dari upaya menyebarkan kesadaran tentang pemanasan global.

Pemanasan global adalah peningkatan suhu bumi yang disebabkan oleh pelepasan zat-zat rumah kaca yang mengganggu kesetimbangan pengaturan suhu bumi, yang pada akhirnya mengakibatkan pada perubahan iklim secara luas, lebih dari sekedar menjadi makin panas saja, seperti kenaikan permukaan laut, meluaskan penyakit yang dulunya hanya ada di daerah tropis, penggurunan, makin ekstrimnya cuaca seperti badai, kemarau dan banjir, dll.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapinya. Ada sebuah buku kecil yang mencoba menjelaskan ini dengan gamblang dan lucu, dan tulisan ini mengutip darinya. Judulnya Global Warming Survival Handbook. Buku ini bisa dibeli di toko buku Periplus. Sayang belum ada terjemahannya.

Beberapa langkah kecil dapat kita ambil:
  1. Pakailah lampu hemat energi (kayak lampu Philips). Lampu hemat energi memakai daya listrik yang lebih rendah untuk menghasilkan terang yang sama. Jadi selain hemat energi kita juga hemat tagihan listrik.
  2. Berbusanalah yang sesuai. Kalau untuk konteks Indonesia jangan pakai jas (plis deh). Kita tinggal di daerah tropis, ngapain pakai baju tebal yang nantinya hanya akan membuat kita kepanasan.
  3. Gunakan AC secukupnya, setel pada 25 derajat, gak perlu sampai 18 derajat yang membuat orang menggigil kedinginan semua. Hemat energi.
  4. Matikan lampu atau air di saat tidak digunakan. Jangan biarkan air terbuang percuma di wastafel. Gunakan toilet duduk yang bisa menghemat air sehingga gak usah diguyur dengan banyak air seperti WC jongkok. Kalau mau lebih jauh gunakan WC biologis seperti bio-toiletnya LIPI.
  5. Matikan alat elektronik, jangan biarkan mereka dalam posisi standby karena mereka tetap menghabiskan energi. Bila ditotal dari seluruhnya, energi yang mereka habiskan cukup besar, sehingga orang menamakannya ghost-energy.
  6. Bila membeli peralatan elektronik belilah yang berlogo Energy Star, karena punya fitur untuk menghemat energi.
  7. Naiklah kendaraan umum untuk sehari-hari, bersepeda bila perlu. Sebisa mungkin naik kereta api ketimbang pesawat, karena pesawat adalah salah satu penyumbang polutan terbesar.
  8. Beralihlah dari bahan bakar fosil jika bisa. Gunakan panel surya, pembangkit tenaga air, atau angin. Dukung perusahaan yang mengembangkan energi terbaharui.
  9. Mulailah bekerja dari rumah, sehingga kita tidak perlu menggunakan alat transportasi yang menyumbang polusi.
  10. Berkebunlah bila ada tanah kosong, atau menanam tanaman di pot.
  11. Belajarlah membuat kompos dari sampah rumah tangga anda.
  12. Daur ulang, daur ulang, daur ulang!
Beberapa di antaranya terdengar lucu bahkan nakal, seperti:
  1. Jangan mengendarai Hummer ke kantor, kecuali kantor anda ada di Fallujah, Irak sana.
  2. Pertimbangkanlah untuk mulai beternak unta. Jika pemanasan global benar-benar terjadi, unta adalah investasi yang paling menguntungkan, semua jadi gurun soalnya.
  3. Mempertimbangkan untuk membuka kantor di malam hari, karena siang sudah terlalu panas :p
  4. Dan yang paling asik adalah sering-seringlah mandi bareng untuk menghemat air!

Wednesday, December 12, 2007

Perdagangan karbon

Konferensi Lingkungan di Bali cukup menyerap perhatian media di tanah air, sehingga kata global warming atau pemanasan global menjadi kata yang paling tren minggu-minggu ini. Mengenai "binatang" apa itu pemanasan global sendiri, sebetulnya tidak banyak orang yang benar-benar paham. Ini adalah tulisan pertama dari beberapa tulisan yang nantinya mudah2an bisa membantu sedikit.

Salah satu dari skema yang banyak dibicarakan dalam pengurangan emisi gas yang menyebabkan pemanasan global adalah perdagangan karbon. Ceritanya begini: Negara-negara maju yang telah meratifikasi Protokol Kyoto diharuskan mengurangi emisi karbon sampai taraf tertentu. Jika mereka tidak mampu memenuhi target, mereka dapat "membeli jatah" dari tempat lain yang telah melakukan pengurangan emisi.

Teman2 dari WALHI mencontohkannya begini: Anggaplah merokok dibatasi 10 batang sehari. Jika ada orang yang mau merokok lebih dari 10 batang, ia harus membeli jatah dari orang yang hanya merokok lima batang misalnya. Dengan membayar ongkos lima batang, ia bisa melebihi kuotanya yang hanya sepuluh batang.

Skema seperti ini pernah dijalankan dulu oleh gereja katolik dengan menjual surat pengampunan dosa. Logika yang dipakai sama. Orang-orang suci punya stok pahala berlebih di surga, melebihi syarat yang dibutuhkan untuk masuk surga. Stok yang berlebih ini bisa dibeli oleh orang-orang yang berdosa, supaya hitungan dosanya bisa dikurangi.

Ada sebuah kartun di sini yang menggambarkan absurdnya perdagangan karbon.

Skema ini ditolak oleh NGO lingkungan hidup karena tidak sesuai dengan semangat mengurangi emisi karbon. Ia mengamini kelakuan boros dan polutif, asal membayar. Sementara para penggiatnya berkata ini lebih feasible, karena pengurangan emisi secara langsung bisa berdampak kepada ekonomi. Lagi pula uangnya bisa dipakai untuk kegiatan2 yang mengurangi emisi karbon.

Pedagangan karbon ini sangat rumit perhitungannya. Jangan2 nanti ada jurusan di Fakultas Ekonomi yang khusus mendalami perdagangan karbon.

Yang lebih parah dari skema ini menurut saya adalah memasukkan mekanisme pasar dalam upaya pelestarian lingkungan. Yang kutakutkan adalah kata "perdagangan" itu sendiri. Di dalam perdagangan, harga ditentukan oleh pemain terbesar. Pengurangan emisi haruslah diserahkan ke dalam sebuah tuntutan bersama, bukan ke dalam mekanisme pasar, yang bisa diutak-atik pemain besar.

Di dalam mekanisme pasar, akan ada supply dan demand. Ini akan menimbulkan fluktuasi harga. Semua mekanisme yang menimbulkan harga yang tidak dikontrol menimbulkan spekulasi. Akan muncul spekulan2 karbon. Perdagangan karbon nantinya akan seperti jual beli saham dengan indeks fluktuatif yang jauh dari semangatnya untuk menyelamatkan lingkungan.

Sayangnya banyak negara dunia ketiga dan perusahaan2 yang melihat perdagangan karbon ini menjadi peluang mencetak fulus. Dukungan pun mengalir. Salah satunya adalah Trans Jakarta (Busway) sendiri.

Saya dengan ini berada di belakang NGO lingkungan. Perdagangan karbon bertolak belakang dengan semangat menguragi emisi, melainkan hanya sekedar memindahkan emisi saja.

TOLAK PERDAGANGAN KARBON.

Monday, December 10, 2007

Mix-traffic policy untuk Busway

Ada kabar baik buat para pengguna busway (dan kabar buruk bagi pemakai kendaraan pribadi :p). Kebijakan mix-traffic (yaitu diijinkannya kendaraan lain masuk jalur busway pada waktu tertentu) yang diterapkan di beberapa jalur busway dengan niat mengatasi kemacetan akan ditinjau ulang di akhir tahun ini. Alih-alih mengurangi kemacetan, ia menurunkan kinerja busway 20-30%, dan ternyata juga tidak mengatasi kemacetan. Ini disebabkan karena kemacetan memang bukan karena busway, melainkan karena volume kendaraan yang berlebih. Ini malah bisa memukul balik, karena turunnya kinerja busway bisa membuat orang meninggalkan busway!

Busway kalau mau diterapkan memang harus konsisten. Kalau mobil pribadi masih diijinkan masuk ke jalur busway, ia bukan lagi jalur khusus. Ada argumen yang mengatakan bahwa pemakai kendaraan pribadi yang telah membayar pajak telah diambil haknya oleh busway. Masalahnya bukan di situ. Pemakaian kendaraan pribadi jelas tidak efektif karena memakan beban jalan, dan harus di-discourage, baik dengan pajak yang tinggi, maupun dikurangi kemudahannya, seperti dimakan jalur bisa. Dimana-mana, kendaraan umum memang diberi prioritas. Selain lebih efektif karena ngangkut orang dalam jumlah banyak, ia juga mengurangi jumlah emisi karbon. Apalagi kalau memakai gas. Jumlah kendaraan sudah terlalu banyak dan mass-transit adalah jalah keluarnya, plus pengurangan jumlah kendaraan secara bertahap. Mengenai kenapa busway bukan monorail atau subway, itu adalah pertimbangan praktis. Jelas lebih murah dan mudah. Emang buat monorail dan subway gampang. Monorail saja sekarang tersandung karena masalah pendanaan. Untuk subway mesti dilihat dulu struktur tanahnya. Jangan2 nantinya terowongannya malah terisi air. Lumayan juga sih, jadi got raksasa, bisa untuk ngatasin banjir.

Wednesday, December 5, 2007

Lagi-lagi... kekerasan terhadap wartawan

Lagi2 terjadi kekerasan terhadap wartawan. Tapi yang kali ini yang ingin saya sorot adalah, kekerasan dilakukan oleh mahasiswa (lihat ini).

Pertama, wartawan memang bukan makhluk suci. Kerap kali kita juga melihat wartawan melanggar rambu2 di dalam melakukan kerja jurnalistik. Misalnya, mengancam atau memeras sumber, memasuki area privat (khususnya infotaiment, meskipun ada juga yang menolak mereka disebut wartawan). Yang lebih ringan kesalahannya adalah wartawan asal kutip sehingga kutipan diambil keluar dari konteksnya dan menimbulkan persepsi yang berbeda seperti yang dimaksudkan sumber. Ini juga membuat wartawan dibenci.

Kedua, bagaimana pun jeleknya, tidak bisa dipungkiri, kalau fungsi jurnalisme tidak bisa ditiadakan dalam alam demokrasi. Ia adalah salah satu pilar demokrasi, bersama pendidikan, dan keterwakilan. Tanpa dia, demokrasi lumpuh.

Ketiga, mutu jurnalisme kita memang perlu ditingkatkan. Di saat partai politik dianggap banyak tidak bermutu sehingga orang melihat calon independen, mungkin kita juga perlu melihat jurnalis independen, seperti blogger, karena koran sekarang, apalagi TV juga banyak yang gak mutu.

Keempat, yang ini yang memprihatinkan: mahasiswa yang mestinya kaum terdidik, ternyata juga sama saja. Ini sebetulnya juga tidak terlalu aneh. Mahasiswa hanyalah sampel kecil dari keseluruhan potret masyarakat kita. Yang namanya kerumunan massa, ya begitu kelakuannya, gak peduli tukang becak, pedagang kaki lima, mahasiswa, pelajar, bahkan orang berdasi, pengacara, agamawan, dan wartawan juga. Masyarakat kita memang sedang sakit.

Wednesday, November 21, 2007

Iklan Layanan Masyarakat KPI

Pertama-tama, apa itu KPI. KPI adalah Komisi Penyiaran Indonesia. Ia adalah sebuah lembaga negara independen yang dibentuk sebagai pengawasan kegiatan penyiaran. Lengkapnya bisa dilihat di http://www.kpi.go.id

Saya menghargai niat baik dari KPI supaya masyarakat kita mendapatkan tontonan bermutu dengan membatasi tayangan-tayangan yang memperlihatkan kekerasan dan kecabulan. Dan ini disampaikan dengan baik lewat iklan layanan masyarakat (yang kebetulan saya pantau dari radio swasta FM di Jakarta).

Namun di pihak lain ada beberapa hal yang mau saya kritisi:

1. KPI telah mengambil posisi sebagai polisi moral, khususnya menurut agama-agama tertentu. Dengan demikian KPI telah menjadi subordinat dari agama-agama tertentu. Bahwa penayangan acara-acara berunsur kekerasan dan kecabulan harus dibatasi, saya 100% setuju, apalagi oleh TV publik. Tetapi ingat, TV adalah sebuah media hiburan, dan kekerasan dan kecabulan dalam batas2 tertentu dengan niat menghibur tidak bisa dihindari. Jika itu dimatikan secara mutlak, tidak ada lagi unsur hiburan. Nantinya isi acara TV dakwah semua, mau nonton Anda?

Yang patut kita kritik adalah tayangan kekerasan yang tidak bermutu. Siapa coba yang mau ngritik film HEROES, yang tayang baru-baru ini. Jelas ada unsur kekerasan dan seks dalam film seri tersebut. Namun, ia adalah sebuah film yang cerdas, kekerasan tidak dijadikan tujuan melainkan sebagai alat untuk melihat hakekat kemanusiaan yang lebih agung. Begitu pula dengan film BAND OF BROTHERS. Kurang keras apa tuh film. Tetapi muatan kemanusiaannya sangat kental.

Sekali lagi KPI patut berhati-hati dalam memberikan keputusan, jangan hanya pake kacamata kuda untuk mengamini kelompok masyarakat tertentu. Pake pikiran yang lebih jernih dan cerdas.

2. Di dalam iklan layanan masyarakat yang saya dengar di radio, ada satu versi yang menggambarkan ibu2 lagi ngegosip tentang buah hati mereka. Yang satu bilang kalau ada anaknya yang bayi sudah bisa mengucapkan kata pertama, PA-CA-RAN, yang kedua bilang anaknya bisa niruin SUSTER NGESOT, yang ketiga bilang anaknya bisa goyang ngebor, ngecor dan kayang kayak penyanyi dangdut. Kemudian ibu keempat bilang anaknya gak bisa semua itu tapi tahu kalau THOMAS ALVA EDISON itu penemu listrik. Kesan yang diberikan adalah ibu tersebut tidak membiarkan anaknya nonton sinetron dan tayangan gak jelas di TV, yang patut kita puji tentunya. Tapi di pihak lain, juga menyebarkan pandangan picik bahwa anak yang baik adalah anak yang bisa dididik seperti mendidik seekor burung beo: hafal nama mentri, nama planet, tabel perkalian dan lain-lain. Ini juga sama bodohnya dengan suster ngesot dan goyang ngebor.

Asal tau saja, listrik tidak pernah ditemukan. Ia ada di alam dalam bentuk petir misalnya. Kalau mau bawa2 nama Thomas Alva Edison, ia adalah orang yang pertama kali mengkomersialkan bohlam lampu, lewat perusahaannya GE. Ingat! Ia bukan penemu bohlam lampu pertama, sudah ada beberapa orang lain yang membuat prototipe bola lampu, hanya gagal memasarkannya saja. Anak yang pinter membeo gak akan kemana2. Ia tidak akan menjadi seorang pecinta kebenaran, dan menjadi seorang yang utuh. Sungguh kita kekurangan sekali pribadi yang utuh seperti banyak bapak bangsa kita. Dan sayangnya KPI pun rupanya tidak membantu ke arah membuat bangsa ini lebih baik, melainkan hanya membuat kita berpandangan sempit.

Monday, November 19, 2007

Pengalaman Nyari Buku di Gramedia

Baru seminggu yang lalu saya (dengan terpaksa) ke Gramedia untuk mencari sebuah buku untuk textbook kuliah. Saya benernya emang males banget ke Gramed, kecuali untuk beli stationary, karena di sana buku2 tidak disusun dengan kategori yang benar.

Misalnya:
1. Saya pernah melihat buku STRUKTURALISME, yaitu tentang salah satu teori sosiologi diletakkan di rak mekanika struktur teknik sipil. Bayangkan kalau orang yang mau nyari buku itu di rak sosiologi, gak akan nemu!

2. Buku dengan judul LIBIDO, sebuah buku postmodernisme, diletakkan di rak esek-esek, tentang bagaimana mencegah ejakulusi dini, dll. Begitu pula nasib buku TEORI SEKS-nya Sigmund Freud, sebuah buku psikoanalisis.

3. Saya pernah nyari buku Pram di katalog komputer mereka. Gak nemu buku yang diinginkan. Memang ada beberapa buku Pram yang lain, tapi yang saya cari gak ada. Usut punya usut, ternyata di dalam katalog mereka, entry Pramoedya Ananta Toer gak unik satu entry, bisa PRAMOEDYA, PRAMUDYA, PRAMUDIA, PRAMOEDIA, bisa pake TUR, atau TOER, tergantung orang yang ngisi entry pas barangnya masuk. Bisa mabok kan cari buku di sana.

4. Pengalaman saya yang terakhir, minggu yang lalu, nyari buku METAFISIKA sebagai HERMENEUTIKA. Gak nemu di database komputer mereka. Saya nanya ke petugas di Gramed Matraman, ditunjukin ke lt.1 rak FILSAFAT. Gak nemu juga. Saya nyerah, pulang. Teman saya menemukannya di lt.3! LAH, kok di database gak ada. Emang ada 2 rak filsafat di lantai yang berbeda! Bener2 bikin gila nyari buku di Gramed!

Kecuali kalau anda nyari HARRY POTTER, berdoa saja anda bisa menemukan buku yang anda cari di Gramed...

Wednesday, November 14, 2007

85 orang

Tahukah anda kalau penumpang busway dalam satu bis maksimal 85 orang? Iseng aku coba hitung-hitung dari mana angka itu didapat.

Pertama dari jumlah kursi. Kursi belakang ada 5, tengah 16, dan depan 9, total 30. Kemudian pegangan untuk penumpang berdiri ada 55. Total memang 85 penumpang, dengan rincian 30 duduk, 55 berdiri. Pegangan untuk yang berdiri hanya untuk yang di gang tengah, di sekitar pintu tidak diberikan, jadi asumsinya, penumpang tidak diperkenankan berada di dekat pintu.

Masalahnya adalah, pertama, jarak antar pegangan berdiri agak tidak realistis, alias terlalu dekat satu sama lain. Angka realistisnya adalah 40, alias 40 orang berdiri. Yang kedua, penumpang kita nampaknya masih kurang beradab, semua ngumpul di pintu sehingga mempersulit orang masuk atau keluar dari bis. Walhasil, ketidaknyamanan dirasakan semua penumpang, hanya karena keegoisan orang yang tidak mau bergeser, padahal turunnya masih jauh.

Sedikit curhat saja, saya sering ngobrol sesama penumpang yang berdiri di ujung karena tidak mau nyesek di dekat pintu. Obrolan kita selalu di seputar kenapa orang2 selalu numpuk berdesakan di pintu, padahal di ujung lega. Apa mereka kurang kesadaran, egois, atau apa tak tahu lah. Bukankah busway bukan seperti Kopaja yang ngejar setoran yang penumpang belum turun sudah tarik gas. Jadi pasti ditunggu kalau mau turun, tak usah rebutan di dekat pintu. Ini adalah juga sebuah penanda yang baik untuk sebuah diktum:

Di saat orang mau menyerahkan kebebasannya ia malah mendapatkan kebebasannya, di saat ia memaksakan kebebasannya, ia malah kehilangan kebebasannya.

PERDA Anti Pengemis

Sebelumnya silahkan baca dulu artikel dari POS KOTA ini (tumben-tembennya aku baca POS KOTA), dan dari ANTARA

Bagaimana kita menanggapi PERDA anti pengemis dan gepeng?

Persoalannya memang tidak hitam putih. Fakta bahwa banyak pengemis profesional memang tidak bisa dipungkiri. Dan mereka menjadi penyakit masyarakat. PERDA yang mau menangani ini patut kita hargai.

Di lain pihak, apakah pemberian sangsi bagi orang yang memberi kepada pengemis bisa diterima? Bahwa mengemis dilarang, bisa lebih diterima. Tetapi memberi dihukum? Memberi uang kepada siapa pun, termasuk memberi uang kepada perampok, adalah hak setiap manusia. Ini tidak bisa dibatasi oleh undang-undang apa pun.

Sunday, November 4, 2007

Kekerasan lagi di Papua

Baru-baru ini, kekerasan terjadi lagi di Papua, dengan kasus yang agak sepele sebenarnya. Seorang polisi marah-marah dan tidak terima karena anaknya yang mabuk-mabukan ditangkap oleh polisi lainnya. (selengkapnya lihat di sini).

Bukan kasusnya yang mau kutelusuri, tetapi mengapa begitu sering terjadi kekerasan di Papua (dan daerah lain di Indonesia juga sebenarnya. Kasus aliran sesat Al-qiyadah al islamiyah misalnya).

Banyak orang yang menduga bahwa motifnya adalah motif ekonomi. Ketertekanan secara ekonomi membuat orang menjadi lebih beringas. Ini ada benarnya. Negara maju yang secara ekonomi lebih baik, biasanya warganya menjadi lebih tidak beringas. Yang kedua, untuk kasus Papua khususnya, adalah masih merasuknya gaya hidup tribalisme di dalam hidup mereka. Memang mereka telah bersentuhan dengan kehidupan modern, tetapi untuk berpikir dan bertingkah sebagai manusia modern butuh waktu yang panjang. Jangankan orang Papua, orang Jakarta saja masih banyak yang tidak bisa bertingkah laku seperti manusia modern, yang bisa antri, tidak membuang sampah sembarangan, tidak nyerobot jalur busway, dll.

Bangsa kita memang tidak mengalami evolusi menuju modernisasi seperti layaknya sebuah peradaban. Kita mengalami revolusi, maju karena terbawa-bawa. Bangsa kita tidak mengalami revolusi demokrasi, yaitu penumbangan kekuasaan mutlak menuju demokrasi. Bangsa kita juga tidak mengalami renaissance dan aufklarung, yang membawa manusia menjadi berpikir rasional. Begitu pula dengan revolusi industri. Kita tiba-tiba kejatuhan itu semua di hadapan kita pada saat kita merdeka, tanpa proses. Jadilah kita begini adanya sekarang.

Bangsa kita masih perlu berevolusi jadi sebuah bangsa yang modern.

Monday, October 29, 2007

Rasa Sayange

Ribut lagi masalah lagu, setelah kasus Indonesia Raya tiga stanza-nya Roy Suryo. Kali ini dengan pemerintah Malaysia karena mereka memakai lagu Rasa Sayange sebagai jinggle promosi pariwisata mereka. Tapi di sini saya tidak akan memihak salah satu pihak, melainkan melihatnya dari sisi yang agak berbeda.

Kita-kita yang besar di zaman Orde Baru mungkin sudah menerima begitu saja bahwa lagu Rasa Sayange berasal dari Maluku. Dulu, entah kerjaan Orde Lama atau Orde Baru, ada semacam usaha untuk inventarisasi kebudayaan nasional. Kebudayaan dikatalogkan menjadi tarian, lagu, rumah adat, pakaian, dll, dan menjadi milik daerah tertentu. Di zaman saya SD dulu di pelajaran IPS, kita menghafalkan semua itu dan juga diujikan. Apa nama rumah adat Jawa, tari Seudati dari mana, termasuk tentu saja lagu Rasa Sayange dari mana?

Sekilas memang hal di atas tidak problematik. Tetapi tak segamblang itu sebenarnya.

1. Segala macam yang disebut tadi: lagu, pakaian, rumah adat, dll diatributkan ke salah satu propinsi, sehingga pertanyaannya di pelajaran sekolah adalah lagu/tarian/rumah adat anu berasal dari propinsi mana. Budaya, tentu saja, tidak bisa dikaping-kapling menjadi propinsi. Propinsi semata-mata adalah wilayah administratif pemerintahan. Jawa Barat saja (dulu) bukan hanya milik orang Priangan, karena orang Banten dan juga Cirebon (katanya) tidak mau disebut orang Priangan. Begitu pula dengan Sumatra, yang terlihat jelas antara Tapanuli dengan Deli yang sudah lebih dekat ke budaya Melayu. Apalagi budaya melayu yang menyebar di Sumatra dan Kalimantan atau malah lebih luas lagi karena bahasa melayu dipakai sebagai lingua franca di daerah nusantara ini. Intinya, membatasi budaya hanya pada batas propinsi adalah sesuatu yang konyol.

2. Apa batasan antara lagu daerah (folksong) dengan lagu pop dalam bahasa daerah, semacam campur sari-nya Didi Kempot atau Cak Dikin misalnya. Tidak jelas. Memang ada yang bilang kalau lagu daerah itu adalah lagu yang sudah lama sekali menjadi ciri khas satu daerah, dipakai dan dinyanyikan dalam keseharian maupun even-even budaya suatu daerah. Namun ini tidak menutup kemungkinan masuknya lagu pop yang baru diciptakan namun sudah menjadi klasik, sehingga dikategorikan lagu daerah juga. Ini menjadi problematik, karena disaat inventarisasi lagu2 daerah, para penyusunnya juga memasukkan beberapa lagu "pop" daerah menjadi lagu daerah. Salah satunya adalah lagu-lagu pop sunda ciptaan Alm. Sambas Mangundikarta, seperti Manuk Dadali dan Pileuleuyan. Kedua lagu tersebut dimasukkan ke dalam inventaris lagu daerah Jawa Barat. Kalau gitu gimana dengan lagu2nya Doel Sumbang yang juga berbahasa Sunda yang juga tak kalah terkenal. Apa lagi kalau dibandingkan dengan Stasiun Balapan-nya Didi Kempot yang sudah ngetop kemana-mana.

Kembali ke kasus lagu Rasa Sayange. Klaim lagu daerah Maluku seperti menurut inventaris resmi pemerintah Indonesia perlu dicek lagi, mengingat lagu ini memakai bahasa Melayu (meskipun berdialek Maluku). Dan Melayu itu cakupannya luas sekali, meliputi wilayah Indonesia dan juga Malaysia bahkan Madagaskar. Penciptanya bisa saja orang Maluku, tapi klaim lagu daerah Maluku benar-benar perlu dilihat secara lebih arif. Saya sewaktu berkunjung ke Malaysia di tahun 80-an cukup terkejut mendengar lagu Ayo Mama (satu lagi yang juga kita klaim sebagai lagu Maluku) yang ternyata juga populer di sana, di kalangan Melayu dan Cina. Nah, jadi lagunya lagu siapa dong?

Lagipula, sebenarnya folksong itu kan adalah milik rakyat, namanya saja folksong=lagu rakyat. Ia adalah milik rakyat, dimanapun rakyat itu berada. Urusan beginian jadi ribet karena sekarang ada embel-embel hak cipta intelektual. Pada sirik-sirikan ini milik siapa. Milik rakyat. Titik! Alias public domain bahasa kerennya.

Wednesday, October 17, 2007

Pilkada Jawa Barat

Mungkin gelegarnya belum terdengar. Pilkada Jawa Barat akan dilakukan pada April tahun depan. Beberapa calonnya udah ambil ancang-ancang, tebar pesona tempel foto sana sini. Tapi bukan itu yang mau kubahas.

Aku tinggal di Depok, secara administratif masuk Jawa Barat, otomatis ikut Pilkada. Yang membingungkan adalah selaku warga Depok, rasanya lebih terpengaruh oleh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah DKI daripada kebijakan Pemda Jawa Barat yang rasanya nun jauh di sana di Bandung tea.
Makanya aku lebih mendukung ide megapolitan Jakarta, meliputi Jabodetabek. Lebih masuk akal saja. Memang, ada perebutan duit di situ. Bekasi, Bogor dan Depok memang kecil, tapi bisa dipastikan memberikan masukan yang tidak kecil ke pundi-pundi Pemda Jawa Barat. Begitu pula Tangerang untuk Pemda Banten.

Tapi coba kita abaikan itu semua, dan melihatnya hanya dari kacamata penduduk di Jabodetabek. Bukankah lebih masuk akal kalau disatukan saja. Gak akan ada lagi joke seperti ini:

1. Bis kecil yang trayeknya Pasar Minggu - Depok yang hanya secuil panjang trayeknya harus menjadi Bis Antarkota Antar Propinsi.

2. Pemakai Flexi Combo gak harus tiap kali pulang pergi Bogor Jakarta mengaktifkan combonya, TIAP HARI! Semua dengan bahagia bisa pakai 021

3. Pemakai kendaraan bermotor Bogor gak harus bersitegang dengan Polres Bogor karena memakai pelat "B".

Dan tentu saja Busway bisa melayani sampai Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi!

Wednesday, October 10, 2007

Zebra cross, binatang apa itu?

Dari SD kita semua sudah tahu apa itu zebra cross. Kita tahu juga apa gunanya. Yaitu sebagai tempat penyeberangan. Apa itu benar?

Kalau mau jujur, kebenaran itu hanya kebenaran sepihak, yaitu kebenaran dari pihak orang yang mau menyeberang. Itu pun masih sering dilanggar, dengan nyeberang sembarangan, tanpa melihat zebra cross.

Mengapa saya katakan sepihak, karena kebenaran ini tidak diakui oleh pihak sebaliknya, yaitu pemakai kendaraan bermotor. Pemakai kendaraan bermotor di Indonesia, tidak melihat zebra cross sebagai tempat orang menyeberang. Mereka hampir tidak pernah (kecuali di Surabaya, mungkin, salut) memperlambat kendaraannya bila melewati zebra cross, melihat dahulu, ada orang yang mau menyeberang atau tidak. Saya setiap hari harus mengeluarkan perhatian ekstra untuk menyeberang di Jalan Margonda Depok yang padat dan laju kendaraannya kencang-kencang.

Kenapa demikian. Mungkin memang salah di pendidikan kita. Yang diajarkan tentang zebra cross adalah para pejalan kaki, melupakan para pengendara. Para pengendara seharusnya adalah yang lebih mematuhi zebra cross, baru pejalan kaki bisa memanfaatkannya dengan baik.

Jadi kesimpulannya, kalau zebra cross tidak dipatuhi, sebenarnya kita cuma ngabis-ngabisin cat putih saja...

Tuesday, August 14, 2007

Roy Suryo, "Indonesia Raya", Zainal Ma'arif, dan Pers Indonesia

Capek juga lama-lama melihat pers kita yang menyambar setiap umpan, walaupun itu umpan busuk. Kasus Roy Suryo dan Indonesia Raya, Zainal Ma'arif dan SBY. Kalau pun mau masuk TV, pantasnya hanya di Cek dan Ricek, karena levelnya emang segitu.

Dari dulu saya sering mendengar teman2 dari kalangan IT yang mengatakan kalau Roy Suryo itu gak tau apa2, alias cuma selebritis. Repotnya dia yang dianggap ahli sama media kita. Kasus kontroversi Indonesia Raya yang dia angkat emang buat eneg. Orang udah nyanyi lagu tiga stanza itu di jaman SD, SD di kampung lagi, yang hanya ada empat kelas dalam satu sekolah. Gak ada yang heboh tuh. Rekamannya juga udah dari jaman jebot. Kalau tidak salah ingat aku pernah melihat itu sewaktu SD di TVRI menjelang acara 17 Agustusan. Malah ada yang dinyanyikan dengan versi refren yang gak standar:
Indone Indone merdeka merdeka, Tanahku negriku yang tercinta ...
Gak ada yang heboh tuh... Emang bisanya cuma cari popularitas saja.

Apalagi Zainal Maarif, murahan sekali membuat isu seperti. Kalau pun itu benar, so what. Aku tidak peduli Presiden mau beristri berapa, asal ngurus negara ini bener.

Yang lebih parah lagi adalah pers kita yang melahap itu semua, demi sensasi. Sayangnya masyarakat kita juga belum cukup cerdas. Kalau kita cukup cerdas, kita boikot pers yang beritanya gak jelas kayak gini. Malu-maluin bangsa ini aja. Masih mending aku dukung tim nasional yang meskipun kalah kemarin tetapi kalah dengan kepala tegak! Hidup tim nasional, terutama buat kiper PSMS, Markus Horison. Mantap benar!

Kita boikot Roy Suryo!

Tuesday, July 31, 2007

Trotoar, Pohon, dan Pedagang Kaki Lima

Sewaktu temanku dari Malaysia berkunjung, dan aku menemaninya jalan-jalan di Bandung, dia mengajukan sebuah pertanyaan yang kedengarannya mungkin aneh di telinga sebagian besar orang Indonesia: Kenape pohon ditanam di pedestrian?

Lihatlah di sepanjang trotoar di manapun, Jakarta, Bandung (mungkin ada kota lain yang cukup beradab untuk tidak menaman pohon di trotoar, saya belum tahu, tong kasih tahu kalau ada). Banyak pohon ditanam di trotoar, yang membuat pejalan kaki harus bermanuver karena jalannya terhalang pohon. Maksudnya mungkin baik memberikan keteduhan, tapi plis, jangan di tengah trotoar dong, apalagi di trotoar yang emang udah sempit.

Trotoar memang belum dianggap jadi kebutuhan. Ia jadi semacam pelengkap saja. Ada sukur, gak juga gak apa2. Mau bagaimana lagi, pejalan kaki (dan juga pengendara sepeda kupikir) tidak pernah menjadi bagian yang dipikirkan para pengambil keputusan di bidang transportasi. Tak terlalu salah juga mungkin, karena persentase mereka yang sangat kecil dibandingkan para pemakai kendaraan bermotor. Ini akan sangat berbeda dengan negara2 maju yang justru mementingkan pejalan kaki dan pemakai sepeda.

Kenapa? Karena berjalan kaki dan bersepeda tidak membuat polusi. Karena itulah kebiasaan seperti ini perlu dimanjakan. Belanda malah berjalan begitu jauh sampai membuat jalan khusus sepeda dan bisa mencantolkan sepeda di bis umum. Bayangkan, aku bisa naik busway dari Depok, sepeda digantungkan di samping bis, lalu turun di Sudirman, dan meneruskan perjalanan di jalur sepeda di sepanjang Sudirman Thamrin. Entah kapan mimpi seperti ini bisa terwujud.

Pejalan kaki dan pengendara sepeda memang terzalimi di negeri ini. Bukan hanya oleh pemerintah, melainkan juga oleh pedagang kaki lima, yang telah mengambil hak berjalan di trotoar yang sudah sempit, menjadi tempat mereka berjualan. Mungkin ini juga tidak bisa terlalu disalahkan karena alasan himpitan ekonomi. Mereka kalau diberi kesempatan mungkin juga tidak mau jadi pedagang kaki lima.

Bagaimana pun, masalah ini rumit untuk diselesaikan, karena mengangkut kebijakan transportasi dan lingkungan yang utuh dan komprehensif, dan di dalamnya juga terdapat masalah ekonomi dan pendapatan masyarakat.

Monday, July 30, 2007

Etika Ber-BusWay Ria

Ini sekedar uneg2ku selama beberapa bulan ber-busway ria.

Setelah berjalan beberapa lama, busway nampaknya mendapat sambutan yang lumayan oke dari penduduk Jakarta dan sekitarnya, termasuk aku. Beberapa nada negatif di awal dibangunnya busway nampaknya menghilang, mudah2an karena melihat manfaatnya, bukan karena diancam.

Memang disana-sini masih ada kekurangan: jarak antar bis yang belum pas tiap 5 menit katakanlah. Kadang mesti nunggu hampir setengah jam. Begitu pula kadang ada sopir yang ugal2an kalau ngerem sehingga banyak yang hampir terjatuh. Kondisi halte dan terutama kanopi juga sering rusak dan bolong, dan perbaikannya lambat. Tapi bagaimanapun, dengan kekurangan itu, kebebasan dari macet yang berarti hemat waktu yang ditawarkan busway masih membuatnya jadi pilihan banyak orang.

Ini ada beberapa tips supaya kita semua enak ber-busway ria:

1. Kalau naik busway jangan numpuk di pintu semua. Minggir ke depan atau ke belakang, untuk memberi tempat bagi orang yang mau naik atau turun. Lagi pula ngapain tumpuk2an di pintu. Kan ada tempat longgar di depan dan di belakang. Jangan takut gak bisa turun. Ini kan bukan bis atau KRL. Pasti ditungguin sama sopirnya...

2. Hati2 dengan dompet dan handphone. Udah kejadian beberapa kali ada yang kecopetan. Periksa selalu dompet dan handphone. Kalau ilang langsung teriak. Pengemudi bersama petugas akan memerintahkan penggeledahan penumpang. Mudah2an copetnya belum sempat turun.

3. Please deh, para pengemudi kendaraan bermotor, terutama sepeda motor, jangan masuk jalur busway, kecuali dalam situasi khusus diizinkan petugas. Udah mengambil hak yang bukan miliknya, juga berbahaya bagi keselamatan nyawa Anda sendiri. Mungkin Dislanta perlu memperlakukan busway seperti kereta api, alias dapat prioritas. Dan bagi petugas, tolong berikan sangsi yang berat bagi pelanggar jalur busway. Demi nyawa mereka juga.

4. Kenek busway lebih tegas dong ngadepin penumpang yang bandel, yang maksa naik walau sudah penuh misalnya. Anda pakai seragam dan memang dibayar untuk menjaga ketertiban dan keamanan bersama. Pasti didukung penumpang lain kok... Kita kan mau enak semua. Jangan karena ulah satu orang, yang lain semua kena getahnya.

Tuesday, July 10, 2007

Tujuh Keajaiban Dunia

Kalau kita ditanya tentang apakah Borobudur termasuk dalam 7 keajaiban dunia. Sebagian besar dari kita pasti menjawab ya. Sayangnya itu kurang tepat.

Pertama-tama kita harus tahu terlebih dahulu apa itu 7 keajaiban dunia. Dulunya di jaman Yunani kuno, ada daftar otoritatif yang membuat 7 buatan manusia yang paling dianggap mengagumkan di jaman itu. Itulah yang dikenal dengan 7 keajaiban dunia. Ketujuh keajaiban itu adalah:
1. Piramida Giza, di Memphis, Mesir Kuno
2. Taman Gantung Babilonia
3. Patung Zeus dari emas di Olympus, Yunani
4. Kuil Artemis di Efesus, Asia Kecil
5. Mausoleum di Hallicarnassus, Persia
6. Patung Helios di Rhodes, Yunani
7. Mercu Suar di Alexandria

Dari ketujuh bangunan tersebut, enam di antaranya sudah musnah, kecuali piramid di Mesir.

Mengacu pada tradisi di atas orang di abad pertengahan sering mencoba menyusun kembali apa yang bisa dimasukkan ke dalam 7 keajaiban dunia yang masih ada. Listnya bervariasi dan tidak pernah ada kesepakatan.

Konyolnya, kita tak ketinggalan untuk menyusun daftar suka2 kita, dan tidak lupa memasukkan kebanggaan kita sendiri, Candi Borobudur ke dalamnya. Bukan berarti CAndi Borobudur tidak megah, loh, ini hanya sekedar masalah list saja. Dan yang lebih konyol lagi kita mendapatkan itu sebagai versi resmi yang dipelajar di sekolah.

Tapi mau tau yang lebih lucu lagi gak? Baca berita di detik.com ini. Di berita ini ditulis bahwa Acropolis di Yunani memimpin polling tersebut. Coba Anda lihat sendiri daftarnya. Ada yang aneh? Itu bukan urutan polling sementara, melainkan hanya list ALPHABETICAL ORDER! Sayang sekali penulis berita tersebut asal saja menuliskan list tersebut sebagai rangking. Ha..ha... Mungkin memang baru segitu kualitas jurnalisme kita.

Kalau mau tau hasil votingnya lihat di sini

Tanpa mengurangi kekaguman saya terhadap Borobudur. Tidak masuknya Borobudur 7 keajaiban, bahkan tidak masuk nominasi, adalah salah satu indikator bahwa pamornya di dunia memang kalau dengan katakanlah Angkor Vat di Kamboja, yang meskipun kalah voting sempat masuk nominasi.

Well, kembali ke laptop! Kecewa kalau Borobudur tidak lagi menjadi bagian dari tujuh keajaiban dunia? Gak usah, karena emang gak pernah masuk, kecuali kita masuk-masukin sendiri... :p

Lagi pula kecewanya sekarang. Telat banget. Padahal Borobudur kalah sebelum bertanding, karena gak masuk nominasi. Pemerintah pada iseng lagi saling nyalahin... Pusing deh...

Thursday, April 26, 2007

Rubuhnya Perpustakaan Hatta

Saya sedih sekali mendengar berita ini. Gak tahu bagaimana tanggapan keluarga Bung Hatta yang masih hidup tentang ini. Dulu saya pernah iseng nanya2 tentang status perpustakaan tersebut. Kata orang di sana sih keluarga Bung Hatta juga gak ngurusin karena udah dialihkan ke yayasan pengurusnya.

Sebuah simbol telah rubuh menandai rubuhnya tonggal intelektual bangsa ini, putra terbaik bangsa ini. Bung Hatta kalau bisa melihat dari surga mungkin akan nangis darah. Tapi itulah negeri ini, yang memuja mal dan belanja, melupakan moral dan budaya. Bung Hatta, maafkanlah kami generasimu yang tidak tahu diri ini, yang melupakan sejarah dan jati diri, yang menghamba pada dunia dan fana. Melupakan esensi dan pekerti.

Gedung memang hanya sebuah simbol. Tapi ini sungguh mencerminkan kita yang sesungguhnya. Sampai jumpa intelektualitas, sampai jumpa etika. Selamat datang materialisme. Selamat datang dunia...

Memang perpustakaan tersebut sudah lama terbengkalai. Perpustakaan memang tidak menjadi prioritas pembangunan bangsa ini. Dengan anggaran pendidikan yang 20% semestinya ini juga bisa dipakai untuk membenahi perpustakaan di seluruh negeri ini yang gak jelas mau dibawa kemana.

Turut berduka cita, walaupun memang perpustakaan tersebut sudah lama koma, menunggu mati...

Wednesday, April 18, 2007

Perpustakaan IPDN (STPDN or apalah, sami mawon kan...)

Tempo 19 April hal.A4 memuat tentang kelanjutan kasus IPDN. Tapi yang saya sorot spesifik, bukan tentang pemukulan. Di situ dituliskan kalau perpustakaan IPDN (hanya) memiliki 40 ribu buku, dengan (HANYA!!) 1100 judul. Perpustakaannya pun hanya buka sampai pukul 14:00.

Sebuah institut yang mendidik calon praja hanya mengandalkan 1100 judul. Perpustakaan dengan 1100 judul adalah kelas perpustakaan pribadi. Beberapa orang yang saya kenal bahkan perpustakaan pribadinya lebih dari 3000 judul. Pantas saja mereka kurang kerjaan, abis gak bisa nongkrong di perpustakaan, baca buku, belajar atau sekedar kongkow sesama rekan. Jadinya energi berlebih itu buat pukul2an.

Penyakit perpustakaan jelek jelas bukan monopoli IPDN. Hampir di semua kampus di Indonesia perpustakaannya tidak memadai (dan gak usah saya sebut satu per satu). Saya hanya bisa menyebutkan dua perpustakaan kampus yang bagus yang biasa saya kunjungi, Perpustakaan STF Driyarkara, dan Perpustakaan Kolese Ignasius (Kolsani). Yang bermukin di Jogja pasti kenal Kolsani karena mereka berfungsi hampir sebagai perpustakaannya kota Jogja, karena banyak mahasiswa skripsi yang nyari bahan mampir ke Kolsani. Koleksinya banyak dengan range keilmuan yang luas.

Kebetulan saja perpustakaan yang saya sebut berafiliasi dengan Gereja Katolik. Bukan berarti tidak ada perpustakaan lain yang bagus, tapi terus terang memang sulit mencari perpustakaan di kampus atau sekolah yang bagus. Perpustakaan lain yang bagus (tapi bukan milik sekolah) misalnya Perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan Diknas, dan Perpustakaan Japan Foundation. Semuanya di Jakarta. Mungkin kita butuh database perpus yang bagus, biar gak pusing kalau mau nyari perpus bagus.

Tuesday, April 10, 2007

Kapling Rumah Masa Depan

Di lobi DETOS (Depok Town Square) sekarang ada pameran kapling rumah. Tapi bukan rumah biasa melainkan rumah masa depan alias KUBURAN. Ya betul, Anda bisa beli dahulu kapling dengan segala tipe dan luas tanah, kayak beli rumah saja. Fasilitasnya juga tak kalah ciamik. Ada sarana parkir, tempat istirahat, hiburan, olahraga, dan lain-lain. Namanya San Diego Hills Memorial Park and Funeral Homes. Pengembangnya Lippo.

Harga yang ditawarkan untuk memiliki satu liang kuburan bervariasi. Ada yang ditawarkan Rp 3,2 juta per liang kubur. Namun ada pula yang Rp 30 juta per meter. Harga tersebut bergantung lokasi pemakaman. Semakin lokasinya mendekati puncak, semakin mahal harganya. Pelanggan bisa membeli beberapa space untuk keluarga. Atau yang di perbukitan, itu cukup untuk 12 unit dengan harga Rp 30 juta per meter.

Gile! Untuk beli rumah sendiri saja aku belum sanggup, dan orang mengucurkan 30 juta hanya untuk 1m2 kuburan? Di saat orang masih banyak yang kesulitan perumahan, proyek seperti ini wajib mendapat sorotan dari kita. Ini menunjukkan bahwa para pengembang kita memang jiwa keprihatinan sosialnya patut dipertanyakan.

Menurut pengembangnya sih, perkuburan tidak harus menyeramkan, melainkan dapat menjadi landmark. OK sih, tapi lagi-lagi ini hanya untuk yang berduit loh... Jadi kalau kocek Anda kosong, bersyukurlah kalau dapat tanah di Karet atau Jeruk Purut yang serem itu.

Kalau emang punya duit yang silakan, tapi pajakin dong. Kuburan mewah yang segede rumah tipe-21 adalah sebuah kemewahan yang luar biasa. Pajaknya juga harus lebih tinggi dari pajak PBB, karena ini bukan sebuah kelayakan melainkan sebuah kemewahan.

Anda ingat sebuah cerpen Tolstoy: Berapa lebar tanah yang dibutuhkan manusia? Tak lebih dari 2 x 1 meter persegi.

Tuesday, March 20, 2007

Bank Bumi Putra dan Taxi Mercindo

Tahu Bank Bumi Putra? Mungkin banyak yang gak tau
Tahu Taksi Mersindo? Itu tuh, taksi oranye baru yang banyak beredar sekarang.

Lah hubungannya apa?

Taksi Mersindo sedikit berbeda dengan taksi pada umumnya. Mereka memakai mobil Proton, buatan tetangga kita Malaysia. Bank Bumi Putra... adalah juga bank yang dimiliki sahamnya oleh Malaysia.

KKN? Bukan itu yang ingin aku bahas. Dengar punya dengar, dari supir2 Mersindo, pada mulanya mereka adalah pecahan dari Kosti (Koperasi Taksi) yang baru saja kolaps karena uang anggotanya sebanyak 8 milyar dibawa kabur pengurus koperasi. Lalu mereka butuh pinjaman modal baru untuk menghidupi kembali. Mereka mencoba mencari pinjaman bank kesana kemari, namun selalu ditolak, dengan alasan tidak laik kredit, akibat kolapsnya koperasi mereka. Perlu ditekankan bahwa koperasi mereka kolaps bukan karena kinerja yang buruk, melainkan karena perbuatan oknum. Kinerja pinjaman mereka pada bank kreditor mereka fine2 saja.

Cerita punya cerita, akhirnya mereka mendapat pinjaman dari Bank Bumi Putra, yang notabene punya Malaysia, setelah ditolak oleh bank negeri sendiri. Bank Bumi Putra bersedia memberi kredit mereka dengan jaminan jumlah anggota dan kinerja armada mereka sebelumnya, bukan dengan agunan tanah, sertifikat, atau segala tetek bengek lainnya. Pinjaman tidak diberikan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk barang, yaitu mobil Proton buatan Malaysia. Para pengemudi taksi tersebut menyambut dengan gembira, dan beroperasilah armada taksi baru dengan bendera baru Mersindo, yang oranye ngejreng itu.

Mereka sangat berterimakasih karena mendapatkan fasilitas kredit dari negeri tetangga kita, setelah ditolak oleh negeri sendiri. Maklumlah, bank-bank kita lebih suka bermain dengan SBI yang memberikan pendapatan yang pasti dan enggan mengucurkan kredit kepada sektor riil, kepada teman2 kita yang benar2 membutuhkan dana untuk usaha.

Salahkan siapa, bank kita yang tidak mau pusing sedikit...

Thursday, March 15, 2007

Jangan buang sampah di kali!

Itulah yang terbaca di spanduk di beberapa wilayah daerah Kelapa Gading. Yang membuat spanduknya adalah PEMDA DKI dan Summarecon selaku developer. Kedengarannya masuk akal, supaya Kelapa Gading tidak kebanjiran lagi seperti Januari 2007 kemaren.

Pertanyaan saya adalah apakah kalau masyarakat tidak membuang sampah di sungai maka otomatis tidak akan kebanjiran? You wish... Kalau saja memecahkan masalah banjir di Jakarta segampang itu!

Ini bukan berarti saya menyilahkan orang untuk membuang sampah di kali. Cuma saja banjir bukan saja karena sampah. Lihat saja Kali Sunter, airnya item dan kentel. (sayangnya gak manis, jadi belum memenuhi syarat jadi nasgitel) Walaupun sampahnya gak ada, tetap aja bau dan kalau hujan bisa dipastikan ngalirnya tersendat, la wong gak ujan saja kalinya gak ngalir.

Kalau gitu kalinya yang harus dibuat ngalir. Solusinya pasti rumit dan mahal. Hanya saja ada satu hal yang harus disoroti. Coba amati di sekitar kali, sepertinya semua limbah air rumah tangga, baik yang kumuh dan mewah, dibuang ke kali. Itu dulu deh yang diberesin. Limbah air rumah tangga itu mestinya ke septic-tank, langsung ke tanah, jangan ke sungai, biar tuh sungai gak tambah item...

Tapi lagi-lagi kan orang kita gak mau pusing dikit....

Thursday, March 8, 2007

Headline Koran TEMPO Jumat 9 Maret 2007: "Tiga Pemicu Ledakan Garuda"

Apa yang kamu bayangkan dari headline di atas?

Wah pasti ada tiga penyebab. Misalnya satu, gesekan; dua, bom; tiga, korslet.

Ternyata setelah dibaca, begini yang ditulis:

Hasil penyelidikan sementara Komite menyebutkan pesawat Boeing 737-400 itu terbakar karena tiga faktor, yakni gesekan material metal dengan aspal, oksigen, dan bahan bakar (avtur).


http://www.korantempo.com/korantempo/2007/03/09/headline/krn,20070309,39.id.html

Lah itu sih bukan tiga faktor, tapi SATU, yaitu gesekan. Oksigen, dan avtur itu udah otomatis.

Sori sedikit jadi kuliah kimia. Yang namanya pembakaran itu terjadi kalau:
1. Eksitasi (bahasa awamnya percikan api, biasanya dipicu oleh gesekan, atau energi yang tinggi seperti petir)
2. Oksigen, karena reaksi kimia pembakaran membutuhkan oksigen.
3. Bahan bakar. Ini kalau mau pembakarannya terjadi terus menerus.

Tentu saja saya tidak akan menulis penyebab kebakaran rumah tetangga saya ada tiga, yaitu korek api, oksigen dan minyak tanah. Penyebabnya hanya satu, karena gesekan belerang dengan permukaan kasar pada korek api, sehingga menimbulkan percikan api yang kemudian memicu pembakaran berkelanjutan oleh minyak dan oksigen. Kemungkinan lain tentu saja misalnya percikan api yang disebabkan korsleting, lalu membakar kayu kering yang mudah terbakar. Oksigen, gak usah disebut lagi lah, karena kita gak cerita tentang kejadian di bulan yang gak ada oksigen.

Apakah redaktur sengaja nulis TIGA biar lebih heboh? Mungkin gak lucu kalau ditulis judulnya: SATU Pemicu Ledakan Garuda.

Mungkin redaksi koran kali lain perlu lebih teliti dalam berpikir dan berlogika,

asal mau pusing dikit...

Pertama..

Ini hanya sekedar bincang-bincang, yang mudah-mudahan bisa santai tapi serius, (atau serius tapi santai ya???)

Sekaligus, gudang ide, dari pada kelupaan kalau gak ditulis.