Thursday, November 13, 2008

Eros Jarot dilarang shooting film di Klaten

Baru saja kemarin saya posting tentang kebebasan berpendapat, kasus terbaru terjadi di bumi Indonesia. Eros Jarot yang sedang memproduksi film Lastri, dilarang melakukan shooting di Wedi, Klaten, karena dituduh film tersebut menyebarkan faham komunisme. Beritanya bisa dilihat di Media Indonesia dan Kompas.

Menurut berita yang saya kutip, larangan itu keluar dibarengi dengan adanya surat kaleng yang mengatakan bahwa film tersebut akan menyebarkan faham komunisme. Menurut wawancara KBR68H dengan Eros Jarot pagi ini, 14 Nov 2008, ia mengaku telah mengantongi izin dari Kepolisian RI untuk melakukan shooting tersebut. Namun rupanya izin tersebut tidak mempan di level Polsek, walhasil shootingnya tetap dilarang. Masyarakat sekitar menurut pengakuran Eros Jarot juga tidak keberatan. Padahal film tersebut sekedar sebuah interpretasi dari kejadian G-30-S yang dijadikan latar belakang cerita, bukan film dokumenter.

Hantu komunisme nampaknya masih laku di tengah iklim kebebasan pers yang mulai kita hidup 10 tahun. Begitu pula dengan hantu ateisme dan aliran sesat. Masyarakat kita (atau aparat atau keduanya) nampaknya belum terbiasa dengan iklim kebebasan berpendapat dan ingin kembali ke era tertekan di zaman Orde Baru. Masih ingat kasus penyerbuan ke Toko Buku Ultimus di Bandung karena mereka mengadakan diskusi tentang gerakan buruh? Mereka pun dituduh menyebarkan faham komunisme. Buku tulisan Rm. Magnis Suseno pun dulu pernah dirazia karena menulis tentang filsafat Marxisme.

Nampaknya beban sejarah bangsa ini masih berat. Entah butuh berapa generasi pendidikan supaya kita bisa benar-benar hidup dalam alam yang bebas.

Wednesday, November 12, 2008

Blogger Myanmar divonis 20 tahun penjara

Seorang blogger Myanmar, Nay Myo Kyaw, 28, baru saja divonis 20 tahun penjara karena mempublikasikan sebuah puisi di blognya yang mempermalukan Jendral Than Swe. Sekilas puisinya adalah sebuah puisi Valentine, tetapi kalau huruf depannya dikumpulkan, yang terbaca adalah "Power Crazy Senior General Than Shwe". Puisi itu sendiri ditulis oleh Saw Wai, yang divonis dua tahun penjara.

Anda tentu masih ingat dengan blogger Malaysia yang juga dituntut di depan hukum karena aktivitas bloggingnya.

Tak terbayang kalau hal seperti itu terjadi di Indonesia (atau malah sudah, yang mempermalukan SBY dengan manipulasi foto). Jika kebebasan untuk berbicara (baca: menulis) sudah dikerangkeng sedemikian rupa, mungkin aku akan memilih untuk tidak tinggal di Indonesia.

Memang, kebebasan total juga tidak bisa diterima, misalnya posting yang menghasut untuk melakukan tindak pidana yang serius seperti membunuh dan membakar. Tetapi kalau sekedar lucu2an, itu saya pikir tidak apa2. Hal seperti itu sudah biasa di negara yang maju. Tulisan harus dibalas dengan tulisan, bukan dengan hukuman.

Saya berharap2 cemas saja hal seperti ini tidak terjadi di Indonesia, sebab naga2nya kebebasan berpendapat sudah mulai agak muram di Indonesia.

Sumber berita: UPI lihat di sini

Wednesday, November 5, 2008

Selamat untuk Barack Obama!

Di beberapa belahan Amerika para pendukung Barack Obama sedang merayakan kemenangan presiden pilihan mereka. Tak ketinggalan pula dengan anak Menteng yang ikut bergembira di tengah guyuran hujan. Penduduk kota Obama di Jepang (yang sebenarnya gak ada hubungannya) juga ikut bersukacita.

Saya pribadi yang sebenarnya lebih suka dengan Hillary, turut bergembira karena kandidat Partai Demokrat mampu mengalahkan Partai Republik, walaupun efek langsung dari terpilihnya Obama mungkin tidak terasa bagi diri saya sendiri.

Namun yang mau saya soroti adalah terpilihnya seorang kulit hitam (walau Obama hanya separuh hitam) menjadi presiden sebuah negara adidaya. Dengan ini Amerika dengan gagah bisa berkata kepada dunia lain, bahwa di negara mereka ada persamaan hak politik, apa pun warna kulitnya. Ini adalah sebuah langkah besar bagi sebuah negara demokratis, di mana prasangka ras dan agama bisa dikalahkan.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Beberapa kejadian menunjukkan bahwa sentimen kedaerahan masih berlaku. Apalagi dengan sentimen agama yang ditunjukkan dengan makin merebaknya perda2 berbau agama. Sulit untuk membayangkan di Indonesia muncul seorang presiden dari etnis minoritas, keturunan cina, apalagi yang beragama kristen misalnya. Semuanya dikalahkan dengan meminjam argumen demokrasi, yaitu mayoritas berhak memimpin. Mungkin kita bisa belajar dari Amerika dalam hal ini, bahwa kepentingan bersama mengalahkan sentimen agama dan ras.

Sunday, November 2, 2008

Siapa yang Menang, Obama atau McCain?

Pemilihan Presiden Amerika kali ini bisa dibilang memang yang paling menarik dan ditunggu di seluruh dunia. Untuk pertama kalinya, ada kemungkinan Amerika akan memiliki seorang presiden berkulit hitam. Bagi para pengusung kebebasan, ini tentunya menjadi kesempatan untuk memproklamirkan bahwa orang Amerika telah mampu keluar dari pra-anggapan rasial, sehingga seorang hitam pun bisa menjadi presiden.

Di dalam polling terakhir, kelihatan bahwa Obawa memimpin 6 poin di atas McCain, sebuah angka yang cukup signifikan, kalau merujuk ke perbedaan angka di dalam sejarah Amerika (Bush menang terhadap Kerry hanya dengan selisih 2 poin). Pertanyaan apakah polling ini akan terbukti bisa dijawab dalam beberapa hari lagi.

Meskipun sebagian orang nampaknya sudah yakin bahwa Obama akan menang (khususnya pendukungnya, tentu saja, dan ini bukan hanya di Amerika tapi juga di belahan dunia lain), ada beberapa hal yang perlu kita cermati.

1. Kasus Truman vs Dewey. Dimana semua polling memprediksi bahwa Dewey akan memenangkan pilihan, sehingga koran pun sudah mencetak dengan tulisan besar di headline merekaL: DEWEY. Kenyataannya adalah Truman yang menang, dan ini menjadi tertawaan besar untuk media tentu saja. Pada waktu itu polling (yang dilakukan oleh Gallup) belum secanggih sekarang. Lembaga polling berhenti melakukan polling tiga minggu sebelum pemilihan, dan di dalam minggu terakhir itulah ada migrasi suara dari pemilih calon independen kepada Truman, yang memberikannya kemenangan. Sekarang kesalahan itu telah diantisipasi dengan melakukan polling sampai menjelang pemilu, yang dikenal dengan nama exit polling. Ada juga yang mengatakan bahwa kesalahan polling terjadi karena polling dilakukan melalui telepon, sedangkan sebagian besar pemilih Truman tidak memiliki sambungan telepon.

2. Bradley effect. Bradley effect mengacu pada pemilihan gubernur California 1982, dimana Bradley, seorang calon berkulit hitam, unggul cukup banyak dari pesaingnya dari partai republik yang berkulit putih di dalam polling. Kenyataannya ia kalah. Sebabnya adalah, orang menjawab akan memilih Bradley di dalam polling karena takut disebut rasis tidak mau memilih kulit berwarna, dan dalam kenyataannya ia di bilik suara memberikan suara kepada kulit putih. Paling efek ini mempengaruhi sebanyak 6 poin, walaupun belum pernah ada kasus secara nasional untuk ini. Obama dikhawatirkan juga akan mengalami ini, sehingga kemenangannya di dalam polling masih terlalu dini untuk dirayakan.

3. Reverse-Bradley effect. Namun ada pula orang yang mengatakan bahwa di dalam pemilu kali ini yang akan terjadi justru sebaliknya. Banyak orang partai republik yang tidak berani terang2an berkata akan memilih Obama di dalam polling, meskipun sebenarnya mereka akan memilih Obama. Jadi Obama akan menang telak.

Apa yang akan terjadi, nampaknya memang sulit untuk diprediksi. Untuk negara sebesar dan sedemokrasi Amerika, isu seperti ras, agama dan gender masih memegang peranan. Terbukti Amerika belum pernah memiliki presiden kulit berwarna, presiden perempuan, dan presiden non-kristen (katolik pernah sekali yaitu JFK). Bandingkan dengan India sebagai negara Hindu terbesar yang pernah punya presiden beragama Islam. Dengan isu2 seperti ini, massa bisa digoyang dari satu kandidit kepada kandidat lain hanya karena hal2 tidak rasional, yang tidak berhubungan dengan janji2 kampanye.

AKhir kata, tunggu saja tanggal mainnya. Ada yang mau taruhan?