Tuesday, June 30, 2009

Jakarta dan Sekolahan

Hari-hari ini di Jakarta seolah lebih tertahankan. Jalan-jalan yang biasanya macet mulai jam 6 pagi lebih lengang dari biasanya. Waktu perjalanan bisa dihemat paling tidak setengah sampai satu jam dari biasanya. Ada apa gerangan dengan Jakarta. Jawabannya sederhana. Sekolah libur!

Dari kenyataan ini nampak sekali kontribusi sekolah terhadap kemacetan di Jakarta. Andaikan Jakarta bisa seperti ini sepanjang tahun. Polusi berkurang, lalu lintas lebih lancar, dan otak bisa lebih waras karena tidak stres. Namun begitu liburan sekolah usai, kegilaan di jalanan akan dimulai kembali.

Pemda Jakarta nampaknya sudah tahu betapa besar kontribusi anak sekolah terhadap kemacetan. Perda sudah mencoba dengan menghimbau (atau mengharuskan, aku kurang jelas) sekolah untuk mengubah jam masuknya supaya tidak tabrakan dengan jadwal orang kantoran. Cuma tidak tahu hasilnya bagaimana. Begitu pula dengan masalah parkir di depan sekolah yang tidak kunjung selesai. Parkir selalu membuat macet jalan di mana sekolah ada, baik di jam masuk maupun jam pulang sekolah. Mobil jemputan selalu mengambil jalur yang bukan haknya sehingga kendaraan di belakangnya terpaksa antri.

Apakah sistem rayon harus diberlakukan kembali supaya anak tidak bersekolah terlalu jauh dari tempat tinggalnya sehingga tidak perlu diantar pakai mobil? Mungkin. Atau sistem bus sekolah yang melakukan antar jemput sehingga anak tidak perlu naik kendaraan pribadi. Semuanya ini perlu dipertimbangkan. Namun satu hal yang sering dilupakan Pemda DKI, adalah solusinya sering kali tidak integral, mengubah satu tanpa melihat yang lain, atau malah kontra produktif. Masalah sekolah dan lalu lintas ini tidaklah sederhana, sehingga penyelesaiannya tidak bisa sekedar tambal sulan melainkan harus komprehensif.

Nikmatilah Jakarta, selama tidak terlalu macet. Selamat Ulang Tahun, JAKARTA!

Mega, SBY, atau Kalla?

Pemilu tinggal dalam hitungan hari, sudahkah menentukan pilihan (atau ketidakpilihan Anda)? Apa pun pilihan Anda (termasuk tidak memilih), buatlah itu sebagai pilihan yang terbaik bagi Anda.

Lalu apa pilihan saya, inilah pilihan saya...
Kemungkinan besar, kecuali terjadi sesuatu dan lain hal misalnya nama saya tiba2 hilang dari DPT, atau ada kejadian besar yang membuat saya berubah pikiran, saya akan memilih, dan ini menjadikan keikutsertaan saya yang pertama dalam pemilu, mengingat pemilu 98 saya golput, dan juga pemilu2 sesudahnya.

Mengapa saya mengakhiri golput saya. Ini bukan karena saya telah memiliki jagoan yang saya usung. Ini juga bukan berarti di antara ketiga calon yang tidak memenuhi harapan saya, ada yang terbaik dari yang terburuk. Bukan itu semua. Saya memutuskan diri untuk memilih setelah ada wacana memenangkan pemilu dalam satu putaran dari pasangan SBY-Boediono. Saya tidak ingin ada presiden yang terpilih secara mutlak. Di satu pihak memang terbentuk pemerintah yang kuat, namun dengan mengingat blok Partai Demokrat dan PKS yang cukup besar di parlemen, kemenangan mutlak akan cenderung mengarah ke diktator. Ini yang ingin saya hindarkan. Bukan karena saya mendukung Mega atau JK, melainkan saya tidak ingin SBY menang mutlak. Ini juga bukan berarti SBY adalah calon yang terburuk versi saya, tidak juga. Ia bukan calon terburuk, namun ia bisa menjadi Presiden yang buruk jika menang mutlak.

Wacana penghematan anggaran dengan pemilu satu putaran pun tidak saya amini. Ini adalah argumen yang berbahasa. Lanjutannya bisa saja begini, lihat kan dari survey sudah bisa dilihat bahwa saya paling dipercaya, tidak usah pemilu saja untuk menghemat anggaran. Ini adalah argumen seorang diktator. Demokrasi memang mahal, dan itu adalah harga yang harus kita bayar. Saya lebih rela uang pajak saya dipakai untuk pemilu dari pada dipakai untuk anggaran2 yang tidak perlu lainnya.

Bagaimana dengan Anda. Ya terserah Anda, mau JK, Mega atau SBY, atau golput. Itu adalah hak anda, dan tidak seorang pun yang berhak memaksa anda.

Selamat memilih, (atau hari libur buat yang golput) :p