Monday, December 17, 2007

Bagaimana menghadapi pemanasan global?

Meskipun konferensi iklim barusan diadakan di Indonesia, pemahaman orang Indonesia tentang pemanasan global masih minim. Tulisan ini adalah sekedar sebuah tulisan ringan sebagai bagian dari upaya menyebarkan kesadaran tentang pemanasan global.

Pemanasan global adalah peningkatan suhu bumi yang disebabkan oleh pelepasan zat-zat rumah kaca yang mengganggu kesetimbangan pengaturan suhu bumi, yang pada akhirnya mengakibatkan pada perubahan iklim secara luas, lebih dari sekedar menjadi makin panas saja, seperti kenaikan permukaan laut, meluaskan penyakit yang dulunya hanya ada di daerah tropis, penggurunan, makin ekstrimnya cuaca seperti badai, kemarau dan banjir, dll.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapinya. Ada sebuah buku kecil yang mencoba menjelaskan ini dengan gamblang dan lucu, dan tulisan ini mengutip darinya. Judulnya Global Warming Survival Handbook. Buku ini bisa dibeli di toko buku Periplus. Sayang belum ada terjemahannya.

Beberapa langkah kecil dapat kita ambil:
  1. Pakailah lampu hemat energi (kayak lampu Philips). Lampu hemat energi memakai daya listrik yang lebih rendah untuk menghasilkan terang yang sama. Jadi selain hemat energi kita juga hemat tagihan listrik.
  2. Berbusanalah yang sesuai. Kalau untuk konteks Indonesia jangan pakai jas (plis deh). Kita tinggal di daerah tropis, ngapain pakai baju tebal yang nantinya hanya akan membuat kita kepanasan.
  3. Gunakan AC secukupnya, setel pada 25 derajat, gak perlu sampai 18 derajat yang membuat orang menggigil kedinginan semua. Hemat energi.
  4. Matikan lampu atau air di saat tidak digunakan. Jangan biarkan air terbuang percuma di wastafel. Gunakan toilet duduk yang bisa menghemat air sehingga gak usah diguyur dengan banyak air seperti WC jongkok. Kalau mau lebih jauh gunakan WC biologis seperti bio-toiletnya LIPI.
  5. Matikan alat elektronik, jangan biarkan mereka dalam posisi standby karena mereka tetap menghabiskan energi. Bila ditotal dari seluruhnya, energi yang mereka habiskan cukup besar, sehingga orang menamakannya ghost-energy.
  6. Bila membeli peralatan elektronik belilah yang berlogo Energy Star, karena punya fitur untuk menghemat energi.
  7. Naiklah kendaraan umum untuk sehari-hari, bersepeda bila perlu. Sebisa mungkin naik kereta api ketimbang pesawat, karena pesawat adalah salah satu penyumbang polutan terbesar.
  8. Beralihlah dari bahan bakar fosil jika bisa. Gunakan panel surya, pembangkit tenaga air, atau angin. Dukung perusahaan yang mengembangkan energi terbaharui.
  9. Mulailah bekerja dari rumah, sehingga kita tidak perlu menggunakan alat transportasi yang menyumbang polusi.
  10. Berkebunlah bila ada tanah kosong, atau menanam tanaman di pot.
  11. Belajarlah membuat kompos dari sampah rumah tangga anda.
  12. Daur ulang, daur ulang, daur ulang!
Beberapa di antaranya terdengar lucu bahkan nakal, seperti:
  1. Jangan mengendarai Hummer ke kantor, kecuali kantor anda ada di Fallujah, Irak sana.
  2. Pertimbangkanlah untuk mulai beternak unta. Jika pemanasan global benar-benar terjadi, unta adalah investasi yang paling menguntungkan, semua jadi gurun soalnya.
  3. Mempertimbangkan untuk membuka kantor di malam hari, karena siang sudah terlalu panas :p
  4. Dan yang paling asik adalah sering-seringlah mandi bareng untuk menghemat air!

Wednesday, December 12, 2007

Perdagangan karbon

Konferensi Lingkungan di Bali cukup menyerap perhatian media di tanah air, sehingga kata global warming atau pemanasan global menjadi kata yang paling tren minggu-minggu ini. Mengenai "binatang" apa itu pemanasan global sendiri, sebetulnya tidak banyak orang yang benar-benar paham. Ini adalah tulisan pertama dari beberapa tulisan yang nantinya mudah2an bisa membantu sedikit.

Salah satu dari skema yang banyak dibicarakan dalam pengurangan emisi gas yang menyebabkan pemanasan global adalah perdagangan karbon. Ceritanya begini: Negara-negara maju yang telah meratifikasi Protokol Kyoto diharuskan mengurangi emisi karbon sampai taraf tertentu. Jika mereka tidak mampu memenuhi target, mereka dapat "membeli jatah" dari tempat lain yang telah melakukan pengurangan emisi.

Teman2 dari WALHI mencontohkannya begini: Anggaplah merokok dibatasi 10 batang sehari. Jika ada orang yang mau merokok lebih dari 10 batang, ia harus membeli jatah dari orang yang hanya merokok lima batang misalnya. Dengan membayar ongkos lima batang, ia bisa melebihi kuotanya yang hanya sepuluh batang.

Skema seperti ini pernah dijalankan dulu oleh gereja katolik dengan menjual surat pengampunan dosa. Logika yang dipakai sama. Orang-orang suci punya stok pahala berlebih di surga, melebihi syarat yang dibutuhkan untuk masuk surga. Stok yang berlebih ini bisa dibeli oleh orang-orang yang berdosa, supaya hitungan dosanya bisa dikurangi.

Ada sebuah kartun di sini yang menggambarkan absurdnya perdagangan karbon.

Skema ini ditolak oleh NGO lingkungan hidup karena tidak sesuai dengan semangat mengurangi emisi karbon. Ia mengamini kelakuan boros dan polutif, asal membayar. Sementara para penggiatnya berkata ini lebih feasible, karena pengurangan emisi secara langsung bisa berdampak kepada ekonomi. Lagi pula uangnya bisa dipakai untuk kegiatan2 yang mengurangi emisi karbon.

Pedagangan karbon ini sangat rumit perhitungannya. Jangan2 nanti ada jurusan di Fakultas Ekonomi yang khusus mendalami perdagangan karbon.

Yang lebih parah dari skema ini menurut saya adalah memasukkan mekanisme pasar dalam upaya pelestarian lingkungan. Yang kutakutkan adalah kata "perdagangan" itu sendiri. Di dalam perdagangan, harga ditentukan oleh pemain terbesar. Pengurangan emisi haruslah diserahkan ke dalam sebuah tuntutan bersama, bukan ke dalam mekanisme pasar, yang bisa diutak-atik pemain besar.

Di dalam mekanisme pasar, akan ada supply dan demand. Ini akan menimbulkan fluktuasi harga. Semua mekanisme yang menimbulkan harga yang tidak dikontrol menimbulkan spekulasi. Akan muncul spekulan2 karbon. Perdagangan karbon nantinya akan seperti jual beli saham dengan indeks fluktuatif yang jauh dari semangatnya untuk menyelamatkan lingkungan.

Sayangnya banyak negara dunia ketiga dan perusahaan2 yang melihat perdagangan karbon ini menjadi peluang mencetak fulus. Dukungan pun mengalir. Salah satunya adalah Trans Jakarta (Busway) sendiri.

Saya dengan ini berada di belakang NGO lingkungan. Perdagangan karbon bertolak belakang dengan semangat menguragi emisi, melainkan hanya sekedar memindahkan emisi saja.

TOLAK PERDAGANGAN KARBON.

Monday, December 10, 2007

Mix-traffic policy untuk Busway

Ada kabar baik buat para pengguna busway (dan kabar buruk bagi pemakai kendaraan pribadi :p). Kebijakan mix-traffic (yaitu diijinkannya kendaraan lain masuk jalur busway pada waktu tertentu) yang diterapkan di beberapa jalur busway dengan niat mengatasi kemacetan akan ditinjau ulang di akhir tahun ini. Alih-alih mengurangi kemacetan, ia menurunkan kinerja busway 20-30%, dan ternyata juga tidak mengatasi kemacetan. Ini disebabkan karena kemacetan memang bukan karena busway, melainkan karena volume kendaraan yang berlebih. Ini malah bisa memukul balik, karena turunnya kinerja busway bisa membuat orang meninggalkan busway!

Busway kalau mau diterapkan memang harus konsisten. Kalau mobil pribadi masih diijinkan masuk ke jalur busway, ia bukan lagi jalur khusus. Ada argumen yang mengatakan bahwa pemakai kendaraan pribadi yang telah membayar pajak telah diambil haknya oleh busway. Masalahnya bukan di situ. Pemakaian kendaraan pribadi jelas tidak efektif karena memakan beban jalan, dan harus di-discourage, baik dengan pajak yang tinggi, maupun dikurangi kemudahannya, seperti dimakan jalur bisa. Dimana-mana, kendaraan umum memang diberi prioritas. Selain lebih efektif karena ngangkut orang dalam jumlah banyak, ia juga mengurangi jumlah emisi karbon. Apalagi kalau memakai gas. Jumlah kendaraan sudah terlalu banyak dan mass-transit adalah jalah keluarnya, plus pengurangan jumlah kendaraan secara bertahap. Mengenai kenapa busway bukan monorail atau subway, itu adalah pertimbangan praktis. Jelas lebih murah dan mudah. Emang buat monorail dan subway gampang. Monorail saja sekarang tersandung karena masalah pendanaan. Untuk subway mesti dilihat dulu struktur tanahnya. Jangan2 nantinya terowongannya malah terisi air. Lumayan juga sih, jadi got raksasa, bisa untuk ngatasin banjir.

Wednesday, December 5, 2007

Lagi-lagi... kekerasan terhadap wartawan

Lagi2 terjadi kekerasan terhadap wartawan. Tapi yang kali ini yang ingin saya sorot adalah, kekerasan dilakukan oleh mahasiswa (lihat ini).

Pertama, wartawan memang bukan makhluk suci. Kerap kali kita juga melihat wartawan melanggar rambu2 di dalam melakukan kerja jurnalistik. Misalnya, mengancam atau memeras sumber, memasuki area privat (khususnya infotaiment, meskipun ada juga yang menolak mereka disebut wartawan). Yang lebih ringan kesalahannya adalah wartawan asal kutip sehingga kutipan diambil keluar dari konteksnya dan menimbulkan persepsi yang berbeda seperti yang dimaksudkan sumber. Ini juga membuat wartawan dibenci.

Kedua, bagaimana pun jeleknya, tidak bisa dipungkiri, kalau fungsi jurnalisme tidak bisa ditiadakan dalam alam demokrasi. Ia adalah salah satu pilar demokrasi, bersama pendidikan, dan keterwakilan. Tanpa dia, demokrasi lumpuh.

Ketiga, mutu jurnalisme kita memang perlu ditingkatkan. Di saat partai politik dianggap banyak tidak bermutu sehingga orang melihat calon independen, mungkin kita juga perlu melihat jurnalis independen, seperti blogger, karena koran sekarang, apalagi TV juga banyak yang gak mutu.

Keempat, yang ini yang memprihatinkan: mahasiswa yang mestinya kaum terdidik, ternyata juga sama saja. Ini sebetulnya juga tidak terlalu aneh. Mahasiswa hanyalah sampel kecil dari keseluruhan potret masyarakat kita. Yang namanya kerumunan massa, ya begitu kelakuannya, gak peduli tukang becak, pedagang kaki lima, mahasiswa, pelajar, bahkan orang berdasi, pengacara, agamawan, dan wartawan juga. Masyarakat kita memang sedang sakit.