Sunday, July 12, 2009

Presiden Sudah, Siapa Mentrinya?

Presiden kita nampaknya (suka tidak suka) adalah SBY lagi dengan kemenangan mutlak. Yang sekarang sedang ditunggu-tunggu adalah mentrinya.

Di sinilah semua kerancuannya berasal. Kalau berdasarkan UUD, pemerintahan kita adalah presidensial, alias, presiden memiliki hak sepenuhnya untuk menyusun kabinet. Ini berlaku pada masa Orde Baru, di saat itu Pak Harto memiliki kewenangan mutlak dalam menyusun kabinetnya. Namun kecenderungan ini berubah sejak reformasi. DPR yang dulunya di jaman Orde Baru hanya tukang stempel mulai bertaring. Posisi parlemen menjadi terlalu kuat untuk sebuah kabinet presidensial. Sejak itu dalam kenyataannya sistem pemerintahan kita lebih bersifat parlementer. Gus Dur pun selaku presiden pada jaman reformasi pun dijatuhkan dengan gaya "mosi tidak percaya" ala parlementer, walaupun dilakukan dalam kerangka sidang istimewa ala presidensial.

Begitu pula dengan SBY, dengan kabinet pelanginya pada masa periode pertama pemerintahannya. Kabinet pun nampaknya dipilih dari partai pendukungnya, bukan atas hak penuh prerogatif presiden. Presiden mencoba mencari dukungan sebanyak mungkin dengan kabinet, dengan menjalin koalisi dan aliansi di dalam kabinet.

Ini bukan berarti, seorang mentri tidak boleh berasal dari partai. Namun dalam kabinet presidensial, mentri bukanlah sebuah bagian dari koalisi. Isu seperti kabinet profesioanal pun sering dihembuskan, yang berarti ingin mentri berasal dari orang yang berkompeten di bidangnya, bukan orang partai.

Mana yang lebih baik? Mentri orang partai atau profesional? Perlu digaris bawahi bahwa mentri adalah sebuah jabatan politik. Ia bukanlah pejabat profesional. Untuk menjalankan kebijakan ia punya dirjen yang semestinya adalah orang profesioanal. Jadi sebetulnya menteri tidaklah harus sepenuhnya orang profesional. Namun tentu saja, ia haruslah orang yang memahami masalah. Misalnya seorang menteri pendidikan tidaklah harus seorang dosen atau guru, tapi bisa saja seorang pengacara yang selama ini memperjuangkan hak-hak rakyat untuk pendidikan.

Yang lebih mengkuatirkan dalam pemilihan kabinet adalah dagang sapi demi kuatnya koalisi. Yang jadi adalah asal comot orang partai. Dalam kabinet lalu misalnya Bambang Soedibyo, seorang guru besar akuntansi dan bisnis, disuruh mengurusi pendidikan, ya jadilah pendidikan dijadikan bisnis. Atau Aburizal Bakrie yang menjadi Menko Kesra, apa taunya dia tentang kesejahteraan rakyat? Terlihat bahwa kepentingan koalisi mengatasi kepentingan politik akan sebuah pemerintahan yang efektif.

Apakah ini akan terjadi lagi? Mudah2an tidak. Dulu partainya SBY menguasai hanya sebagian kecil parlemen. Kini ia menjadi partai terbesar. Tapi apakah ini akan berarti SBY akan lebih punya nyali untuk mengangkap mentri pilihannya sendiri, bukan desakan partai pendukung koalisinya? Apakah kejadian seperti sewaktu PDIP menjadi mayoritas tapi kehilangan pengaruh akan terjadi lagi. Kita lihat saja nanti.

Tuesday, June 30, 2009

Jakarta dan Sekolahan

Hari-hari ini di Jakarta seolah lebih tertahankan. Jalan-jalan yang biasanya macet mulai jam 6 pagi lebih lengang dari biasanya. Waktu perjalanan bisa dihemat paling tidak setengah sampai satu jam dari biasanya. Ada apa gerangan dengan Jakarta. Jawabannya sederhana. Sekolah libur!

Dari kenyataan ini nampak sekali kontribusi sekolah terhadap kemacetan di Jakarta. Andaikan Jakarta bisa seperti ini sepanjang tahun. Polusi berkurang, lalu lintas lebih lancar, dan otak bisa lebih waras karena tidak stres. Namun begitu liburan sekolah usai, kegilaan di jalanan akan dimulai kembali.

Pemda Jakarta nampaknya sudah tahu betapa besar kontribusi anak sekolah terhadap kemacetan. Perda sudah mencoba dengan menghimbau (atau mengharuskan, aku kurang jelas) sekolah untuk mengubah jam masuknya supaya tidak tabrakan dengan jadwal orang kantoran. Cuma tidak tahu hasilnya bagaimana. Begitu pula dengan masalah parkir di depan sekolah yang tidak kunjung selesai. Parkir selalu membuat macet jalan di mana sekolah ada, baik di jam masuk maupun jam pulang sekolah. Mobil jemputan selalu mengambil jalur yang bukan haknya sehingga kendaraan di belakangnya terpaksa antri.

Apakah sistem rayon harus diberlakukan kembali supaya anak tidak bersekolah terlalu jauh dari tempat tinggalnya sehingga tidak perlu diantar pakai mobil? Mungkin. Atau sistem bus sekolah yang melakukan antar jemput sehingga anak tidak perlu naik kendaraan pribadi. Semuanya ini perlu dipertimbangkan. Namun satu hal yang sering dilupakan Pemda DKI, adalah solusinya sering kali tidak integral, mengubah satu tanpa melihat yang lain, atau malah kontra produktif. Masalah sekolah dan lalu lintas ini tidaklah sederhana, sehingga penyelesaiannya tidak bisa sekedar tambal sulan melainkan harus komprehensif.

Nikmatilah Jakarta, selama tidak terlalu macet. Selamat Ulang Tahun, JAKARTA!

Mega, SBY, atau Kalla?

Pemilu tinggal dalam hitungan hari, sudahkah menentukan pilihan (atau ketidakpilihan Anda)? Apa pun pilihan Anda (termasuk tidak memilih), buatlah itu sebagai pilihan yang terbaik bagi Anda.

Lalu apa pilihan saya, inilah pilihan saya...
Kemungkinan besar, kecuali terjadi sesuatu dan lain hal misalnya nama saya tiba2 hilang dari DPT, atau ada kejadian besar yang membuat saya berubah pikiran, saya akan memilih, dan ini menjadikan keikutsertaan saya yang pertama dalam pemilu, mengingat pemilu 98 saya golput, dan juga pemilu2 sesudahnya.

Mengapa saya mengakhiri golput saya. Ini bukan karena saya telah memiliki jagoan yang saya usung. Ini juga bukan berarti di antara ketiga calon yang tidak memenuhi harapan saya, ada yang terbaik dari yang terburuk. Bukan itu semua. Saya memutuskan diri untuk memilih setelah ada wacana memenangkan pemilu dalam satu putaran dari pasangan SBY-Boediono. Saya tidak ingin ada presiden yang terpilih secara mutlak. Di satu pihak memang terbentuk pemerintah yang kuat, namun dengan mengingat blok Partai Demokrat dan PKS yang cukup besar di parlemen, kemenangan mutlak akan cenderung mengarah ke diktator. Ini yang ingin saya hindarkan. Bukan karena saya mendukung Mega atau JK, melainkan saya tidak ingin SBY menang mutlak. Ini juga bukan berarti SBY adalah calon yang terburuk versi saya, tidak juga. Ia bukan calon terburuk, namun ia bisa menjadi Presiden yang buruk jika menang mutlak.

Wacana penghematan anggaran dengan pemilu satu putaran pun tidak saya amini. Ini adalah argumen yang berbahasa. Lanjutannya bisa saja begini, lihat kan dari survey sudah bisa dilihat bahwa saya paling dipercaya, tidak usah pemilu saja untuk menghemat anggaran. Ini adalah argumen seorang diktator. Demokrasi memang mahal, dan itu adalah harga yang harus kita bayar. Saya lebih rela uang pajak saya dipakai untuk pemilu dari pada dipakai untuk anggaran2 yang tidak perlu lainnya.

Bagaimana dengan Anda. Ya terserah Anda, mau JK, Mega atau SBY, atau golput. Itu adalah hak anda, dan tidak seorang pun yang berhak memaksa anda.

Selamat memilih, (atau hari libur buat yang golput) :p

Monday, April 27, 2009

Who's the next Vice President?

Pertanyaan mengenai siapa presiden kita berikutnya kelihatannya sudah gak laku. Hampir pasti SBY akan menjadi presiden berikutnya (kecuali Tuhan berkehendak lain). Yang menjadi panas adalah siapakah pendampingnya.

Kemungkinan pertama: JUSUF KALA
Life as usual. Tidak ada perubahan berarti. Status quo. Tapi bukankah ini yang paling disukai para pengusaha? Pecahnya koalisi antara Golkar dan Demokrat akan menimbulkan perubahan yang tidak bisa ditebak. Dan pengusaha tidak suka akan hal yang tidak bisa ditebak.

Kemungkinan kedua: CALON DARI PKS
Mengingat PKS adalah sekutu Demokrat yang paling setia, paling tidak sampai saat ini. Kalangan Islam perkotaan akan mendukung ini. Tapi ini akan mendapatkan perlawanan dari golongan Islam yang lain yang melihat PKS sebagai perpanjangan tangan Wahabbi. Apalagi kelompok minoritas dan pendukung pluralisme akan melobi habis2an supaya calon ini gagal. Bisa terjadi konflik. Ini adalah pasangan yang menurut saya paling kontroversial.

Kemungkinan ketiga, CALON PROFESIONAL
Calon ini akan mendapat dukungan dari kaum moderat. Ini sekaligus pilihan yang paling aman bagi partai Demokrat karena tidak memihak. Ada juga kelemahannya. Demokrat tidak punya pendukung partai yang kuat dari pihak cawapres. Calon yang sering terdengar digadang2 adalah Sri Mulyani, Menteri Keuangan sekarang.

Kemungkinan keempat, HAMENGKUBUWONO X
Calon ini akan didukung para pengusung pluralisme mengingat sepak terjang Sri Sultan, dan lebih terutama lagi istrinya, Kanjeng Ratu Hemas. Tapi beliau kurang mendapat dukungan secara politis sehingga sulit untuk maju ke ajang pemilihan cawapres. Ia juga bisa menjadi calon alternatif bagi Golkar jika ingin mempertahankan koalisi dengan Demokrat.

Wednesday, April 15, 2009

Mafia Kesehatan

Mafia pengadilan di pengadilan dan mahkamah agung sudah kita kenal dan sering mendapat sorotan. Tapi ada satu mafia lagi yang tak kalah ganas, malah lebih serius karena urusannya adalah nyawa. Siapakah mereka? Mereka adalah mafia kesehatan, dari profesi yang berkaitan dengan kesehatan, mulai dari dokter, perawat, pemilik dan manajemen rumah sakit, pejabat pemerintah terkait, perusahaan farmasi, sales obat, apotik, IDI, asuransi kesehatan dan mungkin masih banyak lagi.

1. Dokter
Dokter adalah profesi kesehatan yang paling penting. Ia punya otoritas penuh dalam menentukan "nyawa" pasiennya. Bagaimana kinerja dokter di negara kita. Susah bukan rahasia kalau dokter di Indonesia lebih mata duitan ketimbang mengabdi. Mungkin mereka harus balikin modal karena mahalnya biaya yang mereka keluarkan untuk kuliah, apalagi spesialis. Mereka juga kerja di banyak tempat, kayak sopir angkot yang ngejar setoran. Entah seberapa perhatian yang bisa mereka curahkan untuk pasien mengingat seorang dokter menangani sangat banyak pasien dalam sehari. Di satu pihak rasio dokter dengan jumlah penduduk memang masih jelek, dan ini diperburuk dengan numpuknya dokter di kota2 besar. Kasus malpraktek juga masih banyak terjadi.

2. Rumah Sakit.
Rumah Sakit di Indonesia lebih dilihat sebagai pengeruk keuntungan dibandingkan sebagai pemberi layanan kesehatan bagi masyarakat. Belum2 mereka sudah minta uang muka kalau kita mau diopname. Posisi rumah sakit dengan dokter juga problematik, karena ada kala dokter menekan rumah sakit, dan rumah sakit menekan dokter, dan yang menjadi korban selalu pasien. Pembiayaan rumah sakit belum transparan, disatu pihak mereka mengeluh kesulitan keuangan sehingga membebankan pasien, namun di pihak lain, rumah sakit begitu menjamur sehingga memberikan pandangan bahwa bisnis rumah sakit adalah bisnis yang menguntungkan.

3. Pemerintah.
Asuransi kesehatan universal bagi seluruh masyarakan belum terbentuk, kecuali di beberapa daerah seperti Sumsel. Ini masih menjadi PR besar. Belum lagi berapa anggaran APBN untuk kesehatan, dan peraturan perundangan tentang kesehatan yang melindungi masyarakat.

4. Asuransi Kesehatan.
Asuransi kesehatan juga tidak jelas. Dananya tidak transparan, reimbursenya juga sering gak jelas. Sering ada kasus yang tidak bisa diklaim, sementara perusahaan asuransi plus agen2nya menjadi kaya raya.

5. Farmasi.
Ini juga sarang setan. Harga obat di negara ini setinggi langit. Banyak obat2 yang sebenarnya generik bebas paten yang harusnya murah diberi brand sehingga bisa dijual dengan harga 10x lipat, dan ini diijinkan undang2. Komisi2an antara perusahaan farmasi dan dokter juga sudah menjadi rahasia umum. Dokter jadi memberi obat berdasarkan pertimbangan komisi, bukan pertimbangan terapi, supaya dapat komisi.

6. Sales obat.
Ini juga sama, kepanjangan tangan dari perusahaan farmasi. Bagi mereka yang penting obat laku dan dapat komisi.

7. IDI
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) lebih sering terdengar melindungi dokter yang melakukan malpraktek, sehingga tidak memberi efek jera. Ini seperti pepatah saja, "If you scratch my back, I will scratch your back."

8. Pemalsu obat.
Ini lebih parah lagi. Mereka memalsukan obat dan menjualnya. Bayangkan saja anda kalau beli obat jantung yang palsu. Masih mending kalau mereka memalsu obat dengan menggunakan placebo alias cuma tepung, kadang mereka memalsu obat dengan memakai obat kadaluarsa sehingga membahayakan nyawa secara langsung.

Monday, April 13, 2009

Melihat Hasil Pemilu

Pemilu Legislatif telah berlalu. Demokrat meraih kemenangan besar, mengalahkan dua partai besar PDIP dan Golkar. PKS juga menuai hasil yang lumayan di peringkat 4, mengalahkan semua partai2 menengah seperti PAN, PKB, dan PPP. Ia menjadi partai Islam yang paling populer, mengatasi partai2 lama yang mendahuluinya dan mengklaim punya massa tradisional seperti Muhamadiyah dan NU. (Catatan: paling tidak dari hasil quick-count, dan kayaknya real-countnya tidak akan jauh berubah).

Demokrat kelihatannya akan menggantikan Golkar sebagai partai status quo. Terbukti para pemilih sebagian besar memilih calon yang sedang berkuasa yaitu SBY. Namun para pemilih tidak sadar kalau SBY tidaklah menjadi anggota parlemen. Yang menjadi anggota parlemen adalah caleg dari Partai Demokrat. Dengan hanya memilih partai (karena SBY) tanpa memilih calon, adalah sama saja dengan memilih kucing dalam karung, alias sami mawon dengan pemilu sebelumnya. Dan yang lebih parah lagi, SBY terlalu dominan di Partai Demokrat, sehingga hampir bisa dipastikan para caleg dari demokrat akan manut ke dia. Eksekutif akan menjadi terlalu kuat.

Yang menarik adalah bagaimana pemilih demokrat di pemilu lima tahun mendatang, karena SBY tidak boleh lagi ikut mencalonkan diri sebagai presiden. Apakah ini lonceng kematian Partai Demokrat karena terlalu bergantung pada satu figur? Dan rasanya Partai Demokrat belum bisa menelorkan anggota yang berkualitas dan terdengar. Coba, anda tau nggak siapa ketua Partainya dan gembong-gembongnya? Hampir pasti anda tidak tahu...

Pemilih Golkar juga nampaknya banyak yang beralih ke demokrat. Mereka ini adalah sebagian besar dari rakyat kita yang sebenarnya tidak terlalu mau pusing dengan urusan politik dan tidak suka gonjang-ganjing. Ya sudah, pilih saja yang berkuasa. Ini terus terang bukanlah sebuah budaya politik yang sehat, karena meskipun penguasa gagal menjalankan pemerintah, kemungkinan ia terpilih tetap besar. Rakyat lebih suka status quo. Untung saja di konstitusi sudah dibatasi dua kali, kalau tidak SBY bisa jadi kayak Pak Harto (dengan sistem demokrasi langsung) yang berkuasa terus. Payah...

Monday, April 6, 2009

Pilih Siapa?

Walaupun secara teknis gue golput, aku mau sedikit memberikan pilihan kepada mereka yang mau milih, khususnya untuk DAPIL DKI 1 (Jaktim), DKI 2 (Jakpus, Jaksel, Luar Negeri), DKI 3 (Jakut, Jakbar, Kep Seribu), JABAR 6 (Kota Depok dan Bekasi).

1. DKI 1, Jakarta Timur (enam kursi)

- Partai no.7 PKPI, no. 2, Sumarni Dawam Raharjo, istri cendikiawan muslim Dawam Raharjo, aktif mengurus hak2 anak, dan menangani human traffiking, mau menghapuskan SKBRI untuk anak.
- Partai no.9 PAN, no.4 Djainal Abidin Simanjuntak, peneliti di Lembaga Demografi UI, mengusulkan penghapusan kolom agama di KTP.
- Partai no.16 PDP, no.2 Christianus Siner Keytimu, tokoh Petisi 50. Udah tua, tapi masih semangat, menolak peraturan berbau agama.

2. DKI 2, Jakpus, Selatan, Luar Negeri (tujuh kursi)

- Partai no.8 PKS, no 1, Mohamad Sohibul Iman, peneliti lulusan JAIST.
- Partai no.8 PKS, no 2, Nursanita Nasution, Dosen UI, aktif memperjuangkan UKM
- Partai no. 26 PNBKI, no. 1, Kantjana Indrishwari, tokoh Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB)
- Partai no.34 PKNU, no 1, Alwi Shihab, cukup jelas.

3. DKI 3, Jakbar, Jakut, Kep Seribu

- Partai no.8 PKS, no 1, Adang Daradjatun, cukup jelas.
- Partai no.13 PKB, no 1, Faizol Riza, mantan ketua PRD, pernah diculik, ketua Forum Buruh PKB

4. JABAR 3, Bekasi, Depok

- Partai no.9 PAN, no.1 Didik Rachbini, dosen UI, pendiri Indef, ekonom senior dan kritis.
- Partai n0.24 PPP, no. 5 Syahrizal Syarif, dosen FKM UI, ketua Lembaga Pelayanan Kesehatan NU, menggagas 15% APBN untuk kesehatan.

Selamat memilih bagi yang mau...