Wednesday, December 12, 2007

Perdagangan karbon

Konferensi Lingkungan di Bali cukup menyerap perhatian media di tanah air, sehingga kata global warming atau pemanasan global menjadi kata yang paling tren minggu-minggu ini. Mengenai "binatang" apa itu pemanasan global sendiri, sebetulnya tidak banyak orang yang benar-benar paham. Ini adalah tulisan pertama dari beberapa tulisan yang nantinya mudah2an bisa membantu sedikit.

Salah satu dari skema yang banyak dibicarakan dalam pengurangan emisi gas yang menyebabkan pemanasan global adalah perdagangan karbon. Ceritanya begini: Negara-negara maju yang telah meratifikasi Protokol Kyoto diharuskan mengurangi emisi karbon sampai taraf tertentu. Jika mereka tidak mampu memenuhi target, mereka dapat "membeli jatah" dari tempat lain yang telah melakukan pengurangan emisi.

Teman2 dari WALHI mencontohkannya begini: Anggaplah merokok dibatasi 10 batang sehari. Jika ada orang yang mau merokok lebih dari 10 batang, ia harus membeli jatah dari orang yang hanya merokok lima batang misalnya. Dengan membayar ongkos lima batang, ia bisa melebihi kuotanya yang hanya sepuluh batang.

Skema seperti ini pernah dijalankan dulu oleh gereja katolik dengan menjual surat pengampunan dosa. Logika yang dipakai sama. Orang-orang suci punya stok pahala berlebih di surga, melebihi syarat yang dibutuhkan untuk masuk surga. Stok yang berlebih ini bisa dibeli oleh orang-orang yang berdosa, supaya hitungan dosanya bisa dikurangi.

Ada sebuah kartun di sini yang menggambarkan absurdnya perdagangan karbon.

Skema ini ditolak oleh NGO lingkungan hidup karena tidak sesuai dengan semangat mengurangi emisi karbon. Ia mengamini kelakuan boros dan polutif, asal membayar. Sementara para penggiatnya berkata ini lebih feasible, karena pengurangan emisi secara langsung bisa berdampak kepada ekonomi. Lagi pula uangnya bisa dipakai untuk kegiatan2 yang mengurangi emisi karbon.

Pedagangan karbon ini sangat rumit perhitungannya. Jangan2 nanti ada jurusan di Fakultas Ekonomi yang khusus mendalami perdagangan karbon.

Yang lebih parah dari skema ini menurut saya adalah memasukkan mekanisme pasar dalam upaya pelestarian lingkungan. Yang kutakutkan adalah kata "perdagangan" itu sendiri. Di dalam perdagangan, harga ditentukan oleh pemain terbesar. Pengurangan emisi haruslah diserahkan ke dalam sebuah tuntutan bersama, bukan ke dalam mekanisme pasar, yang bisa diutak-atik pemain besar.

Di dalam mekanisme pasar, akan ada supply dan demand. Ini akan menimbulkan fluktuasi harga. Semua mekanisme yang menimbulkan harga yang tidak dikontrol menimbulkan spekulasi. Akan muncul spekulan2 karbon. Perdagangan karbon nantinya akan seperti jual beli saham dengan indeks fluktuatif yang jauh dari semangatnya untuk menyelamatkan lingkungan.

Sayangnya banyak negara dunia ketiga dan perusahaan2 yang melihat perdagangan karbon ini menjadi peluang mencetak fulus. Dukungan pun mengalir. Salah satunya adalah Trans Jakarta (Busway) sendiri.

Saya dengan ini berada di belakang NGO lingkungan. Perdagangan karbon bertolak belakang dengan semangat menguragi emisi, melainkan hanya sekedar memindahkan emisi saja.

TOLAK PERDAGANGAN KARBON.

1 comment:

yoxx said...

aetuju TOLAK PERDAGANGAN KARBON!