Monday, June 23, 2008

Busway dan Gas

Mungkin tidak semua orang benar-benar memperhatikan bahan bakar apa yang dipakai Busway. Busway jurusan Kota-Blok M berbahan bakar BBM, dan yang lainnya berbahan bakar gas alias BBG. Tentunya mobil berbahan bakar gas menguntungkan secara ekonomis karena lebih murah, apalagi dengan melonjaknya harga minyak belakangan ini. Tapi apakah benar pemakaian gas adalah solusi terbaik?

Satu hal sering luput dari perhatian kita adalah berapa jumlah sarana pengisian BBG di SPBU yang tersedia di Jakarta dan sekitarnya. Kalau tidak salah, sarana pengisian BBG ini dicanangkan dulu sewaktu ada program Langit Biru di jaman KLH di tangan Pak Sarwono. Waktu itu ada sekitar 2000 taksi KOSTI yang diberi fasilitas konversi ke BBG. Sekitar 13 (kalau tidak salah) sarana pengisian BBG dibangun di beberapa SPBU.

Sayangnya ini semua tinggal cerita. Saat ini hanya 4 tempat pengisian BBG yang masih beroperasi, di Sumenep (deket Bunderan HI), Pluit, Pancoran dan Pemuda. Yang Pesing katanya tutup karena tidak dibayar oleh operator Busway yang mengisi di situ (unconfirmed). Yang di Mampang juga sudah tutup (entah rusak atau apa). Katanya sih untuk SPBU yang baru sudah diwajibkan untuk menyediakan sarana pengisian BBG. Mudah-mudahan...

Masalah yang berikutnya, yang saya sendiri tidak begitu jelas ujung pangkalnya, adalah melubernya bis-bis TransJakarta tersebut ke sarana pengisian BBG umum untuk mengisi bahan bakar. Bukankah seharusnya Busway punya sarana pengisian sendiri? Apakah sarana pengisian BBG mereka tidak cukup kapasitasnya? Yang jelas, melubernya Busway ke SPBU umum cukup merepotkan pelanggan lain, karena Busway memiliki kapasitas tabung yang besar. Otomatis jatah buat mereka berkurang, dan membuat antrian pengisian gas menjadi lama.

Bukan hanya itu. Antrian yang lama membuat penumpang terlantar lantaran menunggu bis yang sedang ngisi BBG. Menurut sopir taksi yang saya ajak ngobrol, satu bis TransJakarta yang besar itu bisa menghabiskan waktu satu jam untuk mengisi sampai fulltank. Jadi bayangkan saja lamanya antrian. Tak aneh jika sewaktu malam kalau kita melintas di SPBU Jl. Pemuda, akan terlihat antrian Busway dan taksi yang panjang sekali untuk mengisi BBG.

Dan ini nampaknya akan semakin memburuk kalau dengan dibukanya koridor Busway baru di bulan September ini (unconfirmed). Tanpa adanya sarana pengisian BBG yang baru, antrian akan menjadi semakin parah, dan yang menjadi korban tentunya adalah penumpang Busway.

Apakah PEMDA Jakarta selaku penyedia jasa Busway sudah memikirkan ini jauh2 hari. Nampaknya tidak. Mestinya jauh2 hari, SPBU yang menyediakan BBG sudah dibangun. Insentif pajak untuk kendaraan yang melakukan konversi juga bisa diberlakukan (saya tidak tahu persis, bisa jadi memang sudah ada peraturan seperti itu), supaya makin banyak orang berpindah ke gas, dan dengan demikian mau tidak mau para pengusaha SPBU harus melihat ini sebagai peluang bisnis.

Kalau ini tidak segera dibenahi, waktu tunggu Busway akan menjadi semakin lama, dan lama2 Busway akan ditinggalkan oleh penumpangnya, dan mereka kembali ke kendaraan pribadi (yang membuat jalanan semakin macet) atau terpaksa pindah ke angkutan umum lain yang tidak layak dengan terpaksa.

No comments: