Thursday, December 11, 2008

Angkutan Umum (2)

Lain Jakarta Lain Surabaya

Saya selalu bermasalah dengan masalah kecepatan kendaraan di Jakarta selalu ngebut, baik pengendara sepeda motor maupun mobil, apalagi Metro Mini yang emang biang ngebut. Setiap kali angkutan umum ngebut, jantung penonton dibuat empot-empotan. Kenapa mereka ngebut?

Alasan utama angkutan umum ngebut adalah ngejar setoran alias rebutan sewa (penumpang, dalam kosa kata kenek). Jika ada dua angkutan papasan, mereka pasti akan saling mendahului, sehingga terjadilah adegan seperti yang sering terlihat di film polisi. Padahal uang yang diperebutkan tidak seberapa, hanya satu dua penumpang yang paling senilai 5rb sampai 10rb. Tapi nyawa yang dipertaruhkan banyak. Baru saja dua angkutan umum Miniarta jurusan Depok-Bogor jatuh ke sungai yang memang terletak di samping jalan raya Bogor karena kejar2an. lihat di sini.

Masalahnya adalah para sopir yang ngebut tersebut hampir selalu lolos dari hukum, seolah ada imunitas. Mereka baru kena ganjaran hukuman kalau jatuh korban. Tentu saja, korban nyawa setelah kecelakaan tidak akan bisa diganti. Mengapa tidak diambil tindakan sebelum terjadi kecelakaan dengan menilang kendaraan yang ngebut? Apakah karena polisi kekurangan tenaga?

Apalagi kalau kita lihat di tol. Jelas2 ada rambu kecepatan di tol 60-80 km/jam, dan di luar kota 60-100 km/jam. Tapi ini adalah peraturan tak bergigi. Hampir setiap saat bisa kita lihat mobil yang kecepatannya di atas 100 bahkan 120 km/jam yang lolos dari hukum. Padahal batas kecepatan itu dibuat memang ada gunanya, karena kalau terjadi kecelakaan dalam batas kecepatan tersebut, kemungkinan selamat lebih besar.

Di lain pihak, ada sebuah cerita dari teman saya yang dosen terbang Jakarta-Surabaya. Suatu saat ia hampir terlambat dari airport Juanda untuk mengajar dan mengejar waktu dengan ojek. Oleh tukang ojek ia diminta pegangan karena akan ngebut untuk mengejar waktu. Setelah berjalan, ia malah berpikir kapan ngebutnya nih ojek karena kecepatannya hanya 60 km/jam. Tak lama kemudian ia memang sampai dan tidak terlambat. Tukang ojeknya dengan bangga berkata, "Kalau saya tidak ngebut tadi pasti sudah terlambat." Haha... ternyata di Surabaya 60 km/jam sudah termasuk ngebut. Mudah2an Surabaya tetap seperti ini, tidak seperti Jakarta.

1 comment:

Anonymous said...

hehehe asik juga ya hidup di kota yg ngga ngebut itu uda dianggap ngebut. Apalagi buat menikmati hari tua hehe :)