Mungkin tidak semua orang benar-benar memperhatikan bahan bakar apa yang dipakai Busway. Busway jurusan Kota-Blok M berbahan bakar BBM, dan yang lainnya berbahan bakar gas alias BBG. Tentunya mobil berbahan bakar gas menguntungkan secara ekonomis karena lebih murah, apalagi dengan melonjaknya harga minyak belakangan ini. Tapi apakah benar pemakaian gas adalah solusi terbaik?
Satu hal sering luput dari perhatian kita adalah berapa jumlah sarana pengisian BBG di SPBU yang tersedia di Jakarta dan sekitarnya. Kalau tidak salah, sarana pengisian BBG ini dicanangkan dulu sewaktu ada program Langit Biru di jaman KLH di tangan Pak Sarwono. Waktu itu ada sekitar 2000 taksi KOSTI yang diberi fasilitas konversi ke BBG. Sekitar 13 (kalau tidak salah) sarana pengisian BBG dibangun di beberapa SPBU.
Sayangnya ini semua tinggal cerita. Saat ini hanya 4 tempat pengisian BBG yang masih beroperasi, di Sumenep (deket Bunderan HI), Pluit, Pancoran dan Pemuda. Yang Pesing katanya tutup karena tidak dibayar oleh operator Busway yang mengisi di situ (unconfirmed). Yang di Mampang juga sudah tutup (entah rusak atau apa). Katanya sih untuk SPBU yang baru sudah diwajibkan untuk menyediakan sarana pengisian BBG. Mudah-mudahan...
Masalah yang berikutnya, yang saya sendiri tidak begitu jelas ujung pangkalnya, adalah melubernya bis-bis TransJakarta tersebut ke sarana pengisian BBG umum untuk mengisi bahan bakar. Bukankah seharusnya Busway punya sarana pengisian sendiri? Apakah sarana pengisian BBG mereka tidak cukup kapasitasnya? Yang jelas, melubernya Busway ke SPBU umum cukup merepotkan pelanggan lain, karena Busway memiliki kapasitas tabung yang besar. Otomatis jatah buat mereka berkurang, dan membuat antrian pengisian gas menjadi lama.
Bukan hanya itu. Antrian yang lama membuat penumpang terlantar lantaran menunggu bis yang sedang ngisi BBG. Menurut sopir taksi yang saya ajak ngobrol, satu bis TransJakarta yang besar itu bisa menghabiskan waktu satu jam untuk mengisi sampai fulltank. Jadi bayangkan saja lamanya antrian. Tak aneh jika sewaktu malam kalau kita melintas di SPBU Jl. Pemuda, akan terlihat antrian Busway dan taksi yang panjang sekali untuk mengisi BBG.
Dan ini nampaknya akan semakin memburuk kalau dengan dibukanya koridor Busway baru di bulan September ini (unconfirmed). Tanpa adanya sarana pengisian BBG yang baru, antrian akan menjadi semakin parah, dan yang menjadi korban tentunya adalah penumpang Busway.
Apakah PEMDA Jakarta selaku penyedia jasa Busway sudah memikirkan ini jauh2 hari. Nampaknya tidak. Mestinya jauh2 hari, SPBU yang menyediakan BBG sudah dibangun. Insentif pajak untuk kendaraan yang melakukan konversi juga bisa diberlakukan (saya tidak tahu persis, bisa jadi memang sudah ada peraturan seperti itu), supaya makin banyak orang berpindah ke gas, dan dengan demikian mau tidak mau para pengusaha SPBU harus melihat ini sebagai peluang bisnis.
Kalau ini tidak segera dibenahi, waktu tunggu Busway akan menjadi semakin lama, dan lama2 Busway akan ditinggalkan oleh penumpangnya, dan mereka kembali ke kendaraan pribadi (yang membuat jalanan semakin macet) atau terpaksa pindah ke angkutan umum lain yang tidak layak dengan terpaksa.
Monday, June 23, 2008
Wednesday, June 18, 2008
Blue energy Diujicobakan!
Blue energy punya mbah Djoko Suprapto diujicobakan kemarin, tanggal 18 Juni, jam 11.00 di hadapan Komandan KODIM 0810 Letkol Chrisetyono dan Kapten Budi Santosa, anggota staf pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Darat, menurut berita di KORAN TEMPO tanggal 19 Juni 2008. Bahan bakar tersebut dimasukkan ke dalam mesin diesel 2x3m, dan berjalan dengan asap yang tidak berwarna hitam. Kapten Budi Santosa menyatakan bahwa uji coba itu berhasil. Namun dosen UGM Sarjiya, PhD mengatakan bahwa secara teknis alat tersebut adalah alat statis (entah beliau ada di tempat pengujian atau tidak, tidak tertulis dengan jelas di KORAN TEMPO), dan pembangkit tersebut tidak layak alias bohongan, demikian dikutip dari KORAN TEMPO.
Benar atau tidak, blue energy sudah memakan korban. Dikutip dari koran yang sama, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr. Khoiruddin Basyori mengajukan pengunduran diri. Ia diduga mengundurkan diri karena telah menandatangani kerja sama denga penemu blue energy Djoko Suprapto. Sementara itu pengacara Universitas Muhammadiyah melaporkan Djoko ke polisi karena diduga menipu dengan proyek listrik Banyugeni. Badan Pengurus Harian Pengurus Pusat Muhammadiyah melalui komite disiplin menyiapkan sanksi kepada pihak yang terlibat proyek bernilai 1,346 milyar rupiah ini. Belakangan proyek ini dihentikan karena dinilai tidak layak oleh pihak universitas.
Pertama yang mau saya sikapi adalah pengujian yang diklaim sudah berhasil tersebut. Sayangnya saya gak bisa hadir ditempat. Yang diujikan hanyalah sekedar memasukkan cairan bahan bakar blue energy ke dalam mesin diesel dan terbukti menyala. Ini tidak membuktikan apa2, karena kita tidak tahu mengenai proses produksi blue energy tersebut. Yang namanya bahan bakar itu mesti efisien. Kita tidak tahu berapa energi yang dikeluarkan untuk memproduksi bahan bakar blue energy tersebut. Kalau energinya lebih besar dari energi yang dikeluarkan mesin diesel itu namanya nombok!
Itu kalau saya memakai kaca mata positif, alias memungkinkan air yang menjadi bahan baku energi. Kalau memakai kaca mata negatif, jangan2 bahan baku blue energy bukanlah air melainkan solar, yang entah kemudian dicampur apa. OK-lah katakan solar campuran tersebut menjadi lebih efisien, alias menghasilkan energi lebih besar daripada solar tanpa campuran. Tetap harus dihitung apakah tambahan energinya lebih besar dari biaya produksinya. Kalau tidak ya tidak bisa diprodukasi karena tidak ekonomis.
Kedua, yang saya sikapi adalah sikap skeptis dalam hal ilmiah. Skeptisisme yang sehat diperlukan dalam menguji semua klaim ilmiah. Dengan begitulah sains berkembang. Tanpa sikap skeptis, kita mudah jatuh ke dalam perangkap. Setiap klaim ilmiah perlu diuji pihak ketiga dengan berbagai kondisi yang telah ditentukan, sebelum bisa diklaim kebenarannya. Klaim bahwa temuan blue energy benar adanya masih terlalu jauh.
Saya jadi teringat dengan lawakan Warkop tahun 80-an tentang sebuah mesin cuci yang bertenaga 5 watt. Luar biasa! Saputangan dimasukkan, lima menit kemudian keluarlah sapu tangan bersih, rapi terlipat. Kaos dimasukkan, limabelas menit kemudian keluarlah kaos sudah bersih, rapi terlipat. Penasaran dimasukin satu sprei, plus sarung bantal dan guling, dan selimut. Ditunggu lima belas menit belum keluar. Ditunggu setengah jam belum keluar juga. Penasaran dibukalah mesin cuci tersebut, ternyata di dalamnya ada orang lagi sedang mencuci diterangi lampu 5 watt!
Benar atau tidak, blue energy sudah memakan korban. Dikutip dari koran yang sama, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr. Khoiruddin Basyori mengajukan pengunduran diri. Ia diduga mengundurkan diri karena telah menandatangani kerja sama denga penemu blue energy Djoko Suprapto. Sementara itu pengacara Universitas Muhammadiyah melaporkan Djoko ke polisi karena diduga menipu dengan proyek listrik Banyugeni. Badan Pengurus Harian Pengurus Pusat Muhammadiyah melalui komite disiplin menyiapkan sanksi kepada pihak yang terlibat proyek bernilai 1,346 milyar rupiah ini. Belakangan proyek ini dihentikan karena dinilai tidak layak oleh pihak universitas.
Pertama yang mau saya sikapi adalah pengujian yang diklaim sudah berhasil tersebut. Sayangnya saya gak bisa hadir ditempat. Yang diujikan hanyalah sekedar memasukkan cairan bahan bakar blue energy ke dalam mesin diesel dan terbukti menyala. Ini tidak membuktikan apa2, karena kita tidak tahu mengenai proses produksi blue energy tersebut. Yang namanya bahan bakar itu mesti efisien. Kita tidak tahu berapa energi yang dikeluarkan untuk memproduksi bahan bakar blue energy tersebut. Kalau energinya lebih besar dari energi yang dikeluarkan mesin diesel itu namanya nombok!
Itu kalau saya memakai kaca mata positif, alias memungkinkan air yang menjadi bahan baku energi. Kalau memakai kaca mata negatif, jangan2 bahan baku blue energy bukanlah air melainkan solar, yang entah kemudian dicampur apa. OK-lah katakan solar campuran tersebut menjadi lebih efisien, alias menghasilkan energi lebih besar daripada solar tanpa campuran. Tetap harus dihitung apakah tambahan energinya lebih besar dari biaya produksinya. Kalau tidak ya tidak bisa diprodukasi karena tidak ekonomis.
Kedua, yang saya sikapi adalah sikap skeptis dalam hal ilmiah. Skeptisisme yang sehat diperlukan dalam menguji semua klaim ilmiah. Dengan begitulah sains berkembang. Tanpa sikap skeptis, kita mudah jatuh ke dalam perangkap. Setiap klaim ilmiah perlu diuji pihak ketiga dengan berbagai kondisi yang telah ditentukan, sebelum bisa diklaim kebenarannya. Klaim bahwa temuan blue energy benar adanya masih terlalu jauh.
Saya jadi teringat dengan lawakan Warkop tahun 80-an tentang sebuah mesin cuci yang bertenaga 5 watt. Luar biasa! Saputangan dimasukkan, lima menit kemudian keluarlah sapu tangan bersih, rapi terlipat. Kaos dimasukkan, limabelas menit kemudian keluarlah kaos sudah bersih, rapi terlipat. Penasaran dimasukin satu sprei, plus sarung bantal dan guling, dan selimut. Ditunggu lima belas menit belum keluar. Ditunggu setengah jam belum keluar juga. Penasaran dibukalah mesin cuci tersebut, ternyata di dalamnya ada orang lagi sedang mencuci diterangi lampu 5 watt!
Subscribe to:
Posts (Atom)