Wednesday, February 4, 2009

Halal, Haram atau sama saja

Baru-baru ini MUI kembali mengeluarkan fatwa haram. Pertama soal rokok (meskipun haramnya terbatas hanya pada perempuan hamil, anak-anak, di tempat umum, dan untuk para anggota MUI sendiri) dan soal yoga (yang juga terbatas pada yoga yang menggunakan mantra). Tulisan ini tidak akan membahas tentang isi fatwa tersebut melainkan sekedar mau berpusing-pusing tentang halal haram itu sendiri.

Pertama, apakah haram bisa didefisikan secara terbatas, seperti halnya pada rokok dan yoga. Bagaimana kalau haramnya babi juga terbatas, misalnya babi panggang saja. Atau alkohol jenis tertentu saja, misalnya wiski haram tapi bir tidak apa-apa. Atau alkohol haram kalau diminum di siang hari saja.

Bandingkan dengan mencuri misalnya. Mencuri, mau sedikit, mau banyak, mau dilakukan laki-laki, mau dilakukan perempuan, ya haram. Haram berlaku secara universal.
Saya terus terang tidak tahu apakah di dalam fiqih memang ada haram yang sebagian sehingga memang bisa diterapkan secara demikian. Jika ada, saya mau tahu juga bagaimana pertimbangannya.

Kedua, masih ada kaitannya dengan yang pertama. Jika memang dibuat haram terbatas, kenapa tidak dibuat makruh saja, dihindari lebih baik, tapi kalau dilakukan ya tidak berdosa. Ini sekedar usulan saja dalam diskusi, dan saya tidak punya banyak argumen di sini.

Ketiga, apakah halal-haram masih relevan di masa kini. Saya membayangkan bahwa di jaman dulu orang memakai halal haram untuk memajukan atau menghindarkan sesuatu demi kebaikan pribadi maupun masyarakat banyak. Karena sains masih belum banyak berkembang, alasan agama dipakai sebagai pembenaran. Tetapi di saat ini, di saat sains telah berkembang (walaupun masih banyak pertanyaan yang belum bisa dijawab oleh sains), apakah masih diperlukan.
Contoh: apakah kita perlu mengeluarkan fatwa formalin itu haram. Lah semua orang juga tahu kalau makan formalin itu merugikan kesehatan.

Keempat, apakah akal sehat tidak cukup sehingga perlu halal-haram. Misalnya apakah halal atau haram seorang anak mengemudikan trailer. Hal seperti itu bisa diselesaikan dengan akal sehat. (Ini mungkin ada kaitannya dengan haramnya rokok buat anak-anak, yang menurut saya bisa diselesaikan dengan akal sehat, karena orang tua yang punya akal sehat tidak akan mengijinkan anaknya merokok).

Tulisan ini bukanlah tulisan tentang agama, melainkan sekedar berpusing-pusing menggunakan akal sehat saja, selama kita masih punya akal sehat.

1 comment:

AndoRyu said...

Dulu Nabi pernah berkata urusan "Halal dan haram itu sudah jelas" Masalahnya yang sulit di tentukan itu justru yg makruh. Yang namanya makruh bisa saja difatwa haram atau halal atau malah sama saja.

Jaman modern kayak sekarang sih yang namanya halal dan haram sangat gampang dipengaruhi isu lain yang non-agama, bisa isu sosial, budaya, politik, dll.

Dibawah ini ada tulisan bagus ttg KB di Iran buat pertimbangan halal dan haram. Ujung2nya sih ada kata.... "tergantung situasi dan kondisi"

http://spektrumku.wordpress.com/2009/02/07/terlalu-sedikit-salah-terlalu-banyak-juga-salah/