Isu kenaikan BBM menjadi berita paling hangat dalam hari-hari terakhir ini. Orang menyikapinya dengan bermacam-macam. Sebagian besar kuatir karena ini akan memicu kenaikan harga barang-barang lain. Apalagi bagi mereka yang menjadi komuter di mana biaya transportasi menjadi porsi yang cukup besar dalam pengeluaran rutin mereka. Dunia usaha juga tidak kalah pusing karena akan ada perubahan dalam pembiayaan mereka. Mereka menjadi kesulitan dalam menyusun budget karena ada perubahan pada pengeluaran bahan bakar. Pada intinya semua menjadi resah.
Tapi bukan itu yang ingin saya bahas. Yang ingin saya kritik adalah kenapa pemerintah meniupkan isu kenaikan BBM. Belum jelas kapan mengenai skema kenaikan dan kapan akan dinaikkan. Tapi isu sudah meluas dan masyarakat sudah resah. Beberapa politikus (dan mantan politikus) pun sudah berkomentar. Amin Rais sudah menunjuk SBY-JK tidak kompeten dan membuat kenaikan BBM makin menyulitkan rakyat yang sudah susah.
Saya mencoba berteori mengenai mengapa isu ini ditiup. Saya menganggap pemerintah justru ibarat mencelupkan kaki ke kolam yang dingin untuk menguji seberapa dingin air kolam itu. Tindakan meniupkan isu ke masyarakat adalah untuk menguji medan, menguji seberapa besar perlawanan masyarakat akan kenaikan tersebut. Tindakan tersebut saya nilai tidak bijak, lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Lebih baik bahas secara internal dan tuntas, pertimbangkan segala kemungkinan dan buatlah keputusan walaupun itu pahit. Lingkungan usaha cenderung lebih menyukai pendekatan demikian karena memberikan kepastian. Mereka bisa jauh2 hari menyusun langkah antisipasi karena adanya kejelasan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Ah, akhirnya kan naik juga...
Siap-siap menabung...nanti tahu-tahu biaya punya anak ikut membumbung tinggi lho...belum lagi biaya pendidikannya. Oala BBM cuma satu faktor yang naik, tapi seluruh sendi kehidupan ikut terlontar ke atas...
Post a Comment