Tuesday, July 8, 2008

Apa itu Nasionalisme

Tulisan ini dipicu oleh sebuah acara bernama JAJAK PENDAPAT di MetroTV. Di dalam acara tersebut diundang berbagai elemen masyarakat dan nara sumber: Rm Mudji Sutrisno, Pak Anies Baswedan Rektor Paramadina, dan yang satu lagi saya lupa. Singkat cerita di dalam acara tersebut dilakukan jajak pendapat di antara yang hadir mengenai apakah masih ada nasionalisme di negeri ini.

Jawaban yang menarik adalah yang diberikan oleh Anies Baswedan. Menurut beliau, nasionalisme pasca kemerdekaan lebih sulit untuk mendapatkan bentuk. Di jaman penjajahan, nasionalisme memiliki bentuk yang jelas, yaitu melawan penjajah. Tapi begitu merdeka, ungkapan nasionalisme semacam menjadi monopoli pemerintah. Bentuk2nya berubah menjadi seperti upacara bendera, teks Pancasila, wajib bayar pajak, dll. Semuanya itu menjadi kaitan antara penguasa dan rakyat, tidak ada lagi unggapan spontan seperti di jaman perang.

Hal ini memang menarik untuk dicermati. Betapa sulit kita sekarang menerjemahkan nasionalisme. Saya pengen tertawa rasanya pas peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni kemarena ada sekelompok pemuda ormas tertentu, kalau gak salah sih dari seragamnya Pemuda Pancasila, yang merazia orang-orang untuk menanyakan hafal tidak Pancasila, kalau benar dikasih duit. Jadi pengen iseng nanya balik ke orang2 itu, ngerti gak maksud apa yang dimaksud dengan "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat permusyawatan/perwakilan" dalam sila-4. Emang gampang menjelaskan makna kerakyatan? Apalagi hikmat, permusyawaratan dan perwakilan.

Begitu pula dengan upacara bendera. Seolah2 kalau gak ikut upacara bendera tidak nasionalis. Kok semua jadi monopolo tafsir ya. Bagaimana dengan petani yang dengan setia nanam padi buat makan kita semua, yang dengan enak bisa ongkang2 ke pasar tinggal beli beras tak harus berkeringat, apalagi belinya di carrefour. Kurang nasionalis apa mereka. Kalau mereka ngambek gak mau nanam beras gimana, karena tidak dilindungi haknya oleh pemerintah misalnya, dengan menjaga harga gabah dan pupuk supaya stabil.

Apalagi kalau kita lihat pelajaran PKn, kewarganegaraan. Nasionalisme diterjemahkan sebatas hafalan. Emang anak2 itu ngerti apa maksudnya hidup sebagai warganegara. Paling banter yang mereka pahami bahwa menjadi warga negara yang baik adalah manut, jangan neko2. Tapi mereka dengan enak saja jadi pegawai sebuah perusahaan yang kita tahu merusak lingkungan sehingga mematikan mata air yang menjadi sumber hidup orang banyak misalnya.

Memang tidak mudah untuk menerjemahkan makna nasionalisme dalam kehidupan sekarang ini. Kita sudah terlalu terlena dengan kenyamanan yang ditawarkan modernitas. Kita gak usah mikir, ikut arus saja. Kalau mau enak ya go with the flow. Jadilah kita sekedar budak dari jaman, bukan empu dari jaman ini. Mungkin Bung Karno harus hidup kembali untuk mengingatkan kepada kita bahwa "REVOLUSI BELUM SELESAI!"

No comments: