Saya sedih sekali mendengar berita ini. Gak tahu bagaimana tanggapan keluarga Bung Hatta yang masih hidup tentang ini. Dulu saya pernah iseng nanya2 tentang status perpustakaan tersebut. Kata orang di sana sih keluarga Bung Hatta juga gak ngurusin karena udah dialihkan ke yayasan pengurusnya.
Sebuah simbol telah rubuh menandai rubuhnya tonggal intelektual bangsa ini, putra terbaik bangsa ini. Bung Hatta kalau bisa melihat dari surga mungkin akan nangis darah. Tapi itulah negeri ini, yang memuja mal dan belanja, melupakan moral dan budaya. Bung Hatta, maafkanlah kami generasimu yang tidak tahu diri ini, yang melupakan sejarah dan jati diri, yang menghamba pada dunia dan fana. Melupakan esensi dan pekerti.
Gedung memang hanya sebuah simbol. Tapi ini sungguh mencerminkan kita yang sesungguhnya. Sampai jumpa intelektualitas, sampai jumpa etika. Selamat datang materialisme. Selamat datang dunia...
Memang perpustakaan tersebut sudah lama terbengkalai. Perpustakaan memang tidak menjadi prioritas pembangunan bangsa ini. Dengan anggaran pendidikan yang 20% semestinya ini juga bisa dipakai untuk membenahi perpustakaan di seluruh negeri ini yang gak jelas mau dibawa kemana.
Turut berduka cita, walaupun memang perpustakaan tersebut sudah lama koma, menunggu mati...
Thursday, April 26, 2007
Wednesday, April 18, 2007
Perpustakaan IPDN (STPDN or apalah, sami mawon kan...)
Tempo 19 April hal.A4 memuat tentang kelanjutan kasus IPDN. Tapi yang saya sorot spesifik, bukan tentang pemukulan. Di situ dituliskan kalau perpustakaan IPDN (hanya) memiliki 40 ribu buku, dengan (HANYA!!) 1100 judul. Perpustakaannya pun hanya buka sampai pukul 14:00.
Sebuah institut yang mendidik calon praja hanya mengandalkan 1100 judul. Perpustakaan dengan 1100 judul adalah kelas perpustakaan pribadi. Beberapa orang yang saya kenal bahkan perpustakaan pribadinya lebih dari 3000 judul. Pantas saja mereka kurang kerjaan, abis gak bisa nongkrong di perpustakaan, baca buku, belajar atau sekedar kongkow sesama rekan. Jadinya energi berlebih itu buat pukul2an.
Penyakit perpustakaan jelek jelas bukan monopoli IPDN. Hampir di semua kampus di Indonesia perpustakaannya tidak memadai (dan gak usah saya sebut satu per satu). Saya hanya bisa menyebutkan dua perpustakaan kampus yang bagus yang biasa saya kunjungi, Perpustakaan STF Driyarkara, dan Perpustakaan Kolese Ignasius (Kolsani). Yang bermukin di Jogja pasti kenal Kolsani karena mereka berfungsi hampir sebagai perpustakaannya kota Jogja, karena banyak mahasiswa skripsi yang nyari bahan mampir ke Kolsani. Koleksinya banyak dengan range keilmuan yang luas.
Kebetulan saja perpustakaan yang saya sebut berafiliasi dengan Gereja Katolik. Bukan berarti tidak ada perpustakaan lain yang bagus, tapi terus terang memang sulit mencari perpustakaan di kampus atau sekolah yang bagus. Perpustakaan lain yang bagus (tapi bukan milik sekolah) misalnya Perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan Diknas, dan Perpustakaan Japan Foundation. Semuanya di Jakarta. Mungkin kita butuh database perpus yang bagus, biar gak pusing kalau mau nyari perpus bagus.
Sebuah institut yang mendidik calon praja hanya mengandalkan 1100 judul. Perpustakaan dengan 1100 judul adalah kelas perpustakaan pribadi. Beberapa orang yang saya kenal bahkan perpustakaan pribadinya lebih dari 3000 judul. Pantas saja mereka kurang kerjaan, abis gak bisa nongkrong di perpustakaan, baca buku, belajar atau sekedar kongkow sesama rekan. Jadinya energi berlebih itu buat pukul2an.
Penyakit perpustakaan jelek jelas bukan monopoli IPDN. Hampir di semua kampus di Indonesia perpustakaannya tidak memadai (dan gak usah saya sebut satu per satu). Saya hanya bisa menyebutkan dua perpustakaan kampus yang bagus yang biasa saya kunjungi, Perpustakaan STF Driyarkara, dan Perpustakaan Kolese Ignasius (Kolsani). Yang bermukin di Jogja pasti kenal Kolsani karena mereka berfungsi hampir sebagai perpustakaannya kota Jogja, karena banyak mahasiswa skripsi yang nyari bahan mampir ke Kolsani. Koleksinya banyak dengan range keilmuan yang luas.
Kebetulan saja perpustakaan yang saya sebut berafiliasi dengan Gereja Katolik. Bukan berarti tidak ada perpustakaan lain yang bagus, tapi terus terang memang sulit mencari perpustakaan di kampus atau sekolah yang bagus. Perpustakaan lain yang bagus (tapi bukan milik sekolah) misalnya Perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan Diknas, dan Perpustakaan Japan Foundation. Semuanya di Jakarta. Mungkin kita butuh database perpus yang bagus, biar gak pusing kalau mau nyari perpus bagus.
Tuesday, April 10, 2007
Kapling Rumah Masa Depan
Di lobi DETOS (Depok Town Square) sekarang ada pameran kapling rumah. Tapi bukan rumah biasa melainkan rumah masa depan alias KUBURAN. Ya betul, Anda bisa beli dahulu kapling dengan segala tipe dan luas tanah, kayak beli rumah saja. Fasilitasnya juga tak kalah ciamik. Ada sarana parkir, tempat istirahat, hiburan, olahraga, dan lain-lain. Namanya San Diego Hills Memorial Park and Funeral Homes. Pengembangnya Lippo.
Harga yang ditawarkan untuk memiliki satu liang kuburan bervariasi. Ada yang ditawarkan Rp 3,2 juta per liang kubur. Namun ada pula yang Rp 30 juta per meter. Harga tersebut bergantung lokasi pemakaman. Semakin lokasinya mendekati puncak, semakin mahal harganya. Pelanggan bisa membeli beberapa space untuk keluarga. Atau yang di perbukitan, itu cukup untuk 12 unit dengan harga Rp 30 juta per meter.
Gile! Untuk beli rumah sendiri saja aku belum sanggup, dan orang mengucurkan 30 juta hanya untuk 1m2 kuburan? Di saat orang masih banyak yang kesulitan perumahan, proyek seperti ini wajib mendapat sorotan dari kita. Ini menunjukkan bahwa para pengembang kita memang jiwa keprihatinan sosialnya patut dipertanyakan.
Menurut pengembangnya sih, perkuburan tidak harus menyeramkan, melainkan dapat menjadi landmark. OK sih, tapi lagi-lagi ini hanya untuk yang berduit loh... Jadi kalau kocek Anda kosong, bersyukurlah kalau dapat tanah di Karet atau Jeruk Purut yang serem itu.
Kalau emang punya duit yang silakan, tapi pajakin dong. Kuburan mewah yang segede rumah tipe-21 adalah sebuah kemewahan yang luar biasa. Pajaknya juga harus lebih tinggi dari pajak PBB, karena ini bukan sebuah kelayakan melainkan sebuah kemewahan.
Anda ingat sebuah cerpen Tolstoy: Berapa lebar tanah yang dibutuhkan manusia? Tak lebih dari 2 x 1 meter persegi.
Harga yang ditawarkan untuk memiliki satu liang kuburan bervariasi. Ada yang ditawarkan Rp 3,2 juta per liang kubur. Namun ada pula yang Rp 30 juta per meter. Harga tersebut bergantung lokasi pemakaman. Semakin lokasinya mendekati puncak, semakin mahal harganya. Pelanggan bisa membeli beberapa space untuk keluarga. Atau yang di perbukitan, itu cukup untuk 12 unit dengan harga Rp 30 juta per meter.
Gile! Untuk beli rumah sendiri saja aku belum sanggup, dan orang mengucurkan 30 juta hanya untuk 1m2 kuburan? Di saat orang masih banyak yang kesulitan perumahan, proyek seperti ini wajib mendapat sorotan dari kita. Ini menunjukkan bahwa para pengembang kita memang jiwa keprihatinan sosialnya patut dipertanyakan.
Menurut pengembangnya sih, perkuburan tidak harus menyeramkan, melainkan dapat menjadi landmark. OK sih, tapi lagi-lagi ini hanya untuk yang berduit loh... Jadi kalau kocek Anda kosong, bersyukurlah kalau dapat tanah di Karet atau Jeruk Purut yang serem itu.
Kalau emang punya duit yang silakan, tapi pajakin dong. Kuburan mewah yang segede rumah tipe-21 adalah sebuah kemewahan yang luar biasa. Pajaknya juga harus lebih tinggi dari pajak PBB, karena ini bukan sebuah kelayakan melainkan sebuah kemewahan.
Anda ingat sebuah cerpen Tolstoy: Berapa lebar tanah yang dibutuhkan manusia? Tak lebih dari 2 x 1 meter persegi.
Subscribe to:
Posts (Atom)