Thursday, January 15, 2009

Rasis, seksis atau agamis?

Baru-baru ini aku mendapatkan sebuah pengalaman yang sebenarnya mungkin tidak terlalu aneh, tapi kalau dialami sendiri tetap saja rasanya beda.

Ceritanya terjadi sewaktu aku pulang kampung, dan sekalian bersama dengan mertua dan keluarga om istriku, ngajak maen sekaligus promosi wisata :p Keluarga om istriku muslim taat, yang gak bolong shalat lima waktunya, meskipun pas jalan2 mesti dijama dan diqasar.

Pada waktu menjelang magrib, beliau sekeluarga mencari masjid, mengejar ashar sebelum lewat. Berhentilah kami di sebuah masjid dekat kampung halaman saya. Mesjidnya terkunci, tapi tak lama kemudian seorang kakek berjenggot dan bersorban, khas gaya penjaga masjid pun datang dan membuka pintu. Berhubung beliau melihat kami sebagai orang asing, ia menyalami kami semua, jadilah kami ngobrol, khas basa basi orang melayu. Kebetulan ayah dan paman saya yang menyertai rombongan kami cukup dikenal di kampung situ, jadilah sebuah silaturahmi.

Kemudian datang lagi seorang yang lebih muda, bekas teman sekolah saya di kampung, dan dia masih ingat denganku! Jadilah ngobrol lagi dalam bahasa belitung tentu saja. Tak lama kemudian datang lagi seorang kakek2 yang lain yang juga tidak kami kenal, yang bersorban juga. Ia melihat kami ngobrol2 dan juga ikut datang sekedar menghormati. Yang aneh adalah ia tidak menyalami semua orang. Ia menghindari perempuan (yang saya tahu alasannya karena sudah sering melihat) dan juga orang yang berbeda warna kulit dengannya (yang saya juga tahu, tapi hampir tidak pernah melihatnya apalagi mengalaminya).

Ini memang hanya perkara kecil, perkara salaman. Tapi bagaimana konsekuensi dari kejadian kecil ini? Apakah kita bisa bekerja sama dengan sesama di dalam masyarakat kalau menyalaminya saja kita tidak mau? Apakah Indonesia masih bisa disatukan jika kita tidak mau saling menyalami. Apakah beliau bisa saya golongkan rasis (karena memandang lain orang beda ras), seksis (karena menganggap perempuan sebagai makhluk kotor atau penggoda) atau agamis (karena menjalankan ajaran agamanya)?

Saya serahkan ini pada sidang pembaca.

4 comments:

Anonymous said...

Saya akan menyebutnya 'narsis', mas. Ini istilah yang sudah mencakup semua itu:
- rasis
- sektarianis
- primordialis
- seksis
- agamawi
- paranoid
- victim complex
- rescue complex
- inferiority complex
- magical thinking-ist
- pedofil
dan masalah-masalah low-esteem lainnya.

:D salam kenal, mas.

Oni Suryaman said...

salam kenal juga. blog ini buat curhat saya, yang satunya, buat tulisan beneran. makasih udah mengunjungi. anda pengunjung tetap di gentole kan?

krismariana widyaningsih said...

kalau perempuan dianggap kotor atau penggoda, mereka yang cowok kawin aja sama sesama cowok. hahaha! dodol memang. aku sering kesel kalau cewek nggak dianggap waktu salaman. emang kita mau ngapain sih? masak begitu kenalan langsung mau esek2? gile aje! mereka mikir nggak sih? jangan2 nggak pernah bisa berpikir jernih.

AndoRyu said...

@Kris
Kasihanilah mereka yang tak kuat menahan hawa nafsu :P
Bukankah mendingan mereka menghindari bersentuhan dgn lawan jenis daripada daya tahan mereka ambrol karena tak sekuat daya tahan orang lain? (kayak aku hehehe)

Untuk soal tidak bersentuhan dgn lawan jenis masih bisa di tolerir, mengingat Islam yang berkembang di Indonesia adalah mahzab Syafi'i yang punya peraturan berbeda dengan mahzab hambali, hanafi dll dlm masalah "sentuh menyentuh". Lagian pemahaman orang2 berbeda dlm penafsiran ayat. Anggaplah ini alasan agama atau alasan "lemah daya tahan" yang patut dikasihani.

Yang rada aneh itu soal tidak mau salaman dengan lain ras. Bukannya mau prasangka buruk, orang Jepang jg nggak mau salaman sama aku. Mentang2 aku dr negara miskin mereka cuma mau bungkuk doang. Dasar rasis :D