Pertama dari jumlah kursi. Kursi belakang ada 5, tengah 16, dan depan 9, total 30. Kemudian pegangan untuk penumpang berdiri ada 55. Total memang 85 penumpang, dengan rincian 30 duduk, 55 berdiri. Pegangan untuk yang berdiri hanya untuk yang di gang tengah, di sekitar pintu tidak diberikan, jadi asumsinya, penumpang tidak diperkenankan berada di dekat pintu.
Masalahnya adalah, pertama, jarak antar pegangan berdiri agak tidak realistis, alias terlalu dekat satu sama lain. Angka realistisnya adalah 40, alias 40 orang berdiri. Yang kedua, penumpang kita nampaknya masih kurang beradab, semua ngumpul di pintu sehingga mempersulit orang masuk atau keluar dari bis. Walhasil, ketidaknyamanan dirasakan semua penumpang, hanya karena keegoisan orang yang tidak mau bergeser, padahal turunnya masih jauh.
Sedikit curhat saja, saya sering ngobrol sesama penumpang yang berdiri di ujung karena tidak mau nyesek di dekat pintu. Obrolan kita selalu di seputar kenapa orang2 selalu numpuk berdesakan di pintu, padahal di ujung lega. Apa mereka kurang kesadaran, egois, atau apa tak tahu lah. Bukankah busway bukan seperti Kopaja yang ngejar setoran yang penumpang belum turun sudah tarik gas. Jadi pasti ditunggu kalau mau turun, tak usah rebutan di dekat pintu. Ini adalah juga sebuah penanda yang baik untuk sebuah diktum:
Di saat orang mau menyerahkan kebebasannya ia malah mendapatkan kebebasannya, di saat ia memaksakan kebebasannya, ia malah kehilangan kebebasannya.
2 comments:
Butuh waktu untuk belajar...dan meninggalkan kebiasaan lama!
Ngomong-ngomong gimana caranya bisa ngitung jumlah pengunjung?
Mampir dong ke blog saya http://khazanahpikir.blogspot.com/2007/11/why-i-prefer-ronggeng-dukuh-paruk-than.html dan kasih komentar...TQ
search aja di google:
hit counter
Post a Comment