Sunday, November 4, 2007

Kekerasan lagi di Papua

Baru-baru ini, kekerasan terjadi lagi di Papua, dengan kasus yang agak sepele sebenarnya. Seorang polisi marah-marah dan tidak terima karena anaknya yang mabuk-mabukan ditangkap oleh polisi lainnya. (selengkapnya lihat di sini).

Bukan kasusnya yang mau kutelusuri, tetapi mengapa begitu sering terjadi kekerasan di Papua (dan daerah lain di Indonesia juga sebenarnya. Kasus aliran sesat Al-qiyadah al islamiyah misalnya).

Banyak orang yang menduga bahwa motifnya adalah motif ekonomi. Ketertekanan secara ekonomi membuat orang menjadi lebih beringas. Ini ada benarnya. Negara maju yang secara ekonomi lebih baik, biasanya warganya menjadi lebih tidak beringas. Yang kedua, untuk kasus Papua khususnya, adalah masih merasuknya gaya hidup tribalisme di dalam hidup mereka. Memang mereka telah bersentuhan dengan kehidupan modern, tetapi untuk berpikir dan bertingkah sebagai manusia modern butuh waktu yang panjang. Jangankan orang Papua, orang Jakarta saja masih banyak yang tidak bisa bertingkah laku seperti manusia modern, yang bisa antri, tidak membuang sampah sembarangan, tidak nyerobot jalur busway, dll.

Bangsa kita memang tidak mengalami evolusi menuju modernisasi seperti layaknya sebuah peradaban. Kita mengalami revolusi, maju karena terbawa-bawa. Bangsa kita tidak mengalami revolusi demokrasi, yaitu penumbangan kekuasaan mutlak menuju demokrasi. Bangsa kita juga tidak mengalami renaissance dan aufklarung, yang membawa manusia menjadi berpikir rasional. Begitu pula dengan revolusi industri. Kita tiba-tiba kejatuhan itu semua di hadapan kita pada saat kita merdeka, tanpa proses. Jadilah kita begini adanya sekarang.

Bangsa kita masih perlu berevolusi jadi sebuah bangsa yang modern.

1 comment:

Retty Hakim (a.k.a. Maria Margaretta Vivijanti) said...

Sebenarnya yang modern itu apa? Ini pernah muncul di wikimu dari pembaca yang Papua ketika seseorang menuliskan komentar penonton film Denias. Apakah berpakaian a la Barat itu modern?

Tertapi ketika seseorang merasa hak hidupnya dirampas, tertekan secara ekonomi dan psikologis (merasa tidak mampu keluar dari kungkungan, merasa tidak memperoleh keadilan) mungkin besar pengaruhnya terhadap kekerasan.

Bila dahulu kita terbiasa dengan hukum alam, maka ketika alam tidak lagi menjadi sumber kebijakan (karena terjarah habis) manusia menjadi kehilangan kontrol diri demi mendapatkan yang dianggapnya "adil"