Pertama-tama, apa itu KPI. KPI adalah Komisi Penyiaran Indonesia. Ia adalah sebuah lembaga negara independen yang dibentuk sebagai pengawasan kegiatan penyiaran. Lengkapnya bisa dilihat di http://www.kpi.go.id
Saya menghargai niat baik dari KPI supaya masyarakat kita mendapatkan tontonan bermutu dengan membatasi tayangan-tayangan yang memperlihatkan kekerasan dan kecabulan. Dan ini disampaikan dengan baik lewat iklan layanan masyarakat (yang kebetulan saya pantau dari radio swasta FM di Jakarta).
Namun di pihak lain ada beberapa hal yang mau saya kritisi:
1. KPI telah mengambil posisi sebagai polisi moral, khususnya menurut agama-agama tertentu. Dengan demikian KPI telah menjadi subordinat dari agama-agama tertentu. Bahwa penayangan acara-acara berunsur kekerasan dan kecabulan harus dibatasi, saya 100% setuju, apalagi oleh TV publik. Tetapi ingat, TV adalah sebuah media hiburan, dan kekerasan dan kecabulan dalam batas2 tertentu dengan niat menghibur tidak bisa dihindari. Jika itu dimatikan secara mutlak, tidak ada lagi unsur hiburan. Nantinya isi acara TV dakwah semua, mau nonton Anda?
Yang patut kita kritik adalah tayangan kekerasan yang tidak bermutu. Siapa coba yang mau ngritik film HEROES, yang tayang baru-baru ini. Jelas ada unsur kekerasan dan seks dalam film seri tersebut. Namun, ia adalah sebuah film yang cerdas, kekerasan tidak dijadikan tujuan melainkan sebagai alat untuk melihat hakekat kemanusiaan yang lebih agung. Begitu pula dengan film BAND OF BROTHERS. Kurang keras apa tuh film. Tetapi muatan kemanusiaannya sangat kental.
Sekali lagi KPI patut berhati-hati dalam memberikan keputusan, jangan hanya pake kacamata kuda untuk mengamini kelompok masyarakat tertentu. Pake pikiran yang lebih jernih dan cerdas.
2. Di dalam iklan layanan masyarakat yang saya dengar di radio, ada satu versi yang menggambarkan ibu2 lagi ngegosip tentang buah hati mereka. Yang satu bilang kalau ada anaknya yang bayi sudah bisa mengucapkan kata pertama, PA-CA-RAN, yang kedua bilang anaknya bisa niruin SUSTER NGESOT, yang ketiga bilang anaknya bisa goyang ngebor, ngecor dan kayang kayak penyanyi dangdut. Kemudian ibu keempat bilang anaknya gak bisa semua itu tapi tahu kalau THOMAS ALVA EDISON itu penemu listrik. Kesan yang diberikan adalah ibu tersebut tidak membiarkan anaknya nonton sinetron dan tayangan gak jelas di TV, yang patut kita puji tentunya. Tapi di pihak lain, juga menyebarkan pandangan picik bahwa anak yang baik adalah anak yang bisa dididik seperti mendidik seekor burung beo: hafal nama mentri, nama planet, tabel perkalian dan lain-lain. Ini juga sama bodohnya dengan suster ngesot dan goyang ngebor.
Asal tau saja, listrik tidak pernah ditemukan. Ia ada di alam dalam bentuk petir misalnya. Kalau mau bawa2 nama Thomas Alva Edison, ia adalah orang yang pertama kali mengkomersialkan bohlam lampu, lewat perusahaannya GE. Ingat! Ia bukan penemu bohlam lampu pertama, sudah ada beberapa orang lain yang membuat prototipe bola lampu, hanya gagal memasarkannya saja. Anak yang pinter membeo gak akan kemana2. Ia tidak akan menjadi seorang pecinta kebenaran, dan menjadi seorang yang utuh. Sungguh kita kekurangan sekali pribadi yang utuh seperti banyak bapak bangsa kita. Dan sayangnya KPI pun rupanya tidak membantu ke arah membuat bangsa ini lebih baik, melainkan hanya membuat kita berpandangan sempit.
Wednesday, November 21, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Bagus juga tulisan ini, bisa bikin saya lebih kritis lagi dalam melihat fakta dan berita.
bagus gus gus gus?!
coba deh mbak kirim ke media massa.
kayanya sih layak muat?!
hehehe . . .
Post a Comment